Istanbul (ANTARA) - Korea Selatan akan berupaya untuk “merebut kembali” kendali operasional militer masa perang (OPCON) dari Amerika Serikat selama masa pemerintahan Presiden Lee Jae Myung, lapor harian Korea Times pada Rabu (13/8).
Pemerintahan Lee disebut ingin mengembalikan kendali masa perang selama masa jabatannya, sebagaimana tercantum dalam cetak biru peta jalan kebijakan lima tahun yang diumumkan oleh Komite Perencanaan Urusan Negara.
Namun, dokumen cetak biru tersebut belum kebijakan final pemerintah dan masih akan melalui proses peninjauan sebelum kemungkinan diadopsi oleh kabinet Lee.
Lee terpilih dalam pemilu presiden mendadak pada Juni setelah pendahulunya, Yoon Suk Yeol, dimakzulkan karena upaya memberlakukan darurat militer yang gagal pada Desember lalu.
Korea Selatan adalah salah satu sekutu militer tertua Amerika Serikat dengan lebih dari 28.500 tentara AS ditempatkan di Semenanjung Korea. Kepala Staf Gabungan Korea Selatan memegang kendali operasional OPCON di masa damai, sementara Komando Pasukan Gabungan yang dipimpin AS memegang kendali selama masa perang.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan oleh parlemen, Menteri Pertahanan Korea Selatan Ahn Gyu-back menyampaikan bahwa pemerintahan Lee akan berupaya mengambil kembali kendali operasional masa perang, yang akan membutuhkan pembicaraan mendalam dengan Amerika Serikat.
Peta jalan tersebut menyatakan bahwa pemerintahan Lee berkomitmen untuk “menormalkan” hubungan dengan Korea Utara dengan beralih ke arah rekonsiliasi dan kerja sama.
“Dengan melembagakan perdamaian dan koeksistensi, pemerintah akan berupaya mengubah apa yang disebut ‘risiko Semenanjung Korea’ menjadi ‘keunggulan Semenanjung Korea’,” menurut Komite Perencanaan Urusan Negara.
Segera setelah terpilih sebagai presiden, Lee melarang pengiriman selebaran anti-Pyongyang melintasi perbatasan, serta membongkar infrastruktur siaran propaganda —sebuah inisiatif yang dibalas dengan tindakan serupa oleh Korea Utara.
Pemerintah juga menunda sebagian latihan gabungan dengan AS, latihan yang sering dikritik oleh Korea Utara.
Meskipun Pyongyang juga telah menghentikan siaran propaganda, Seoul melaporkan bahwa Korea Utara mulai melepas pengeras suara di sepanjang perbatasan. Korea Utara juga berhenti menerbangkan balon berisi sampah ke wilayah Korea Selatan.
Seoul turut menekankan “diplomasi pragmatis” untuk meningkatkan Korea Selatan sebagai kekuatan diplomatik setingkat “G7 plus” dan membangun kekuatan militer elite yang mampu menangkal ancaman nuklir, misil, dan siber dari Korea Utara.
Secara khusus, Lee dijadwalkan terbang ke Jepang minggu depan untuk menggelar pertemuan puncak dua hari dengan Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada 23–24 Agustus, sebelum ia terbang ke AS untuk pertemuan puncak pertamanya dengan Presiden Donald Trump.
Ini akan menjadi pertama kalinya seorang presiden Korea Selatan mengunjungi Jepang sebelum bertemu dengan pemimpin AS.
Adapun untuk mencapai target dalam cetak biru tersebut, pemerintahan Lee diperkirakan memerlukan perubahan terhadap 951 undang-undang dan peraturan, serta anggaran terpisah sekitar 152 miliar dolar AS (sekitar Rp2.447,9 triliun) hingga tahun 2030.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Lee Jae Myung berharap perundingan antar-Korea dapat terwujud
Baca juga: Korut bongkar pengeras suara di perbatasan ikuti jejak Korsel
Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.