Liputan6.com, Jakarta Wabah chikungunya di China kali ini disebut sebagai yang terbesar yang pernah tercatat di negara tersebut. Menurut data pemerintah setempat, hingga Rabu, 6 Agustus 2025, tercatat lebih dari 7.000 kasus.
Sebagian besar kasus berada di kota industri Foshan yakni sekitar 170-kilometer dari Hong Kong.
Meski jumlah kasus baru dilaporkan menurun, pihak berwenang tetap meningkatkan kewaspadaan. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi dan dapat menimbulkan demam serta nyeri sendi.
“Yang membuat kejadian ini menonjol adalah chikungunya belum pernah menetap di daratan China sebelumnya. Ini menunjukkan sebagian besar penduduk tidak memiliki kekebalan sebelumnya, sehingga mempermudah virus menyebar dengan cepat,” kata seorang peneliti dari University of Oxford, Cesar Lopez-Camacho.
Kondisi ini mengakibatkan risiko besar yang perlu dihadapi oleh China, terutama di wilayah yang belum pernah berhadapan langsung dengan penyakit ini.
Dilansir dari Associated Press News, berbagai langkah telah dilakukan pemerintah, termasuk penyemprotan insektisida di jalan-jalan kota, area perumahan, lokasi konstruksi, hingga pintu masuk gedung perkantoran.
Curah hujan yang tidak biasa dan suhu udara tinggi telah memperparah wabah chikungunya di China. Kondisi ini membuat populasi nyamuk meningkat pesat karena genangan air menjadi tempat ideal untuk bertelur.
Untuk mengatasinya, pemerintah memanfaatkan drone guna memantau area yang sulit dijangkau dan mengidentifikasi lokasi genangan sehingga bisa langsung dibersihkan atau disemprot insektisida.