Liputan6.com, Jakarta Memasuki usia 40 tahun, banyak orang mulai kesulitan membaca tulisan kecil, menatap layar komputer maupun telepon, atau melihat benda dari jarak dekat.
Kondisi kesulitan melihat benda dari jarak yang sangat dekat itu disebut dalam istilah medis sebagai presbiopia.
Presbiopia atau mata tua yaitu kondisi fisiologis akibat penurunan kemampuan akomodasi lensa. Kondisi ini sangat umum terjadi di usia 40 tahun ke atas seperti disampaikan dokter spesialis mata konsultan subspesialis katarak, lensa dan bedah refraktif, Nashrul Ihsan.
Sebanyak 83 persen orang berusia 40 tahun mengalami presbiopia. Angka tersebut diprediksi akan menyentuh 2,1 miliar kasus pada tahun 2030 secara global.
“Prevalensi presbiopia secara global terus meningkat seiring bertambahnya harapan hidup dan intensitas tuntutan penglihatan dekat di era modern, seperti menggunakan ponsel,” kata Nashrul yang juga Kepala Klinik Utama Mata JEC Bekasi ini dalam temu media di Jakarta belum lama ini.
Masyarakat Modern Bergantung pada Penglihatan Jarak Dekat
Nashrul menyebut, saat ini masyarakat telah bergantung pada penglihatan jarak dekat. Lantaran hampir semua aktivitas seperti membaca pesan di ponsel, bekerja dengan tablet, atau berjejaring di media sosial membutuhkan fokus jarak dekat.
“Kebanyakan semua orang ya, jadi engak cuma anak muda, juga yang udah bekerja, yang apalagi udah punya smartphone mulai dari kecil sampai tua nanti pasti akan mengalami perubahan pada usia-usia di atas 40 tahun,” terangnya.
Untuk membantu agar penglihatan optimal, orang dengan presbiopia memakai kacamata.
Namun, penggunaan kacamata dapat memengaruhi psikologis penggunanya. Di mana kadang terlihat jadi lebih tua.
“Imbas presbiopia melibatkan komponen psikologis karena penyandangnya menganggap opsi kacamata bifokal sangatlah tidak menarik, seolah menandai penuaan. Sementara, rata-rata penderita presbiopia masih menjalani gaya hidup aktif sehingga penggunaan kacamata dapat menghalangi performa dalam beraktvitas,” jelas Nashrul.
Selain dampak psikologis, dampak ekonomi juga turut mengintai, hal ini disampaikan dalam sebuah studi global.
Produktivitas penderita presbiopia yang tidak diobati dapat menyebabkan kerugian ekonomi mencapat USD 11 Miliar pada usia di bawah 50 tahun, dan USD 24,5 Miliar pada mereka yang berusia di bawah 65 tahun.
RLE, Alternatif Bagi yang Ingin Lepas dari Kacamata
Bagi mereka yang tidak nyaman menggunakan kacamata untuk menjalani aktivitas sehari-hari, Nashrul menyebut Refractive Lens Exhange atau RLE sebagai sebuah prosedur penggantian lensa alami mata yang sudah tidak berfungsi optimal dengan lensa tanam buatan.
“RLE menjadi prosedur ideal bagi mereka yang tidak nyaman mengenakan kacamata dan menginginkan solusi jangka panjang,” ujar Nashrul.
Bukan hanya mengatasi presbiopia, prosedur ini juga dapat mengatasi gangguan penglihatan lainnya, seperti rabun jauh (miopia), mata plus (hipermetropia), dan silinder (astigmatisme) dengan penanaman lensa yang dinamakan IOL (intraokular lens).
Nashrul menyebut, tindakan ini efektif mengurangi kebutuhan berkacamata. Sebanyak 4 dari 5 pasien tidak lagi membutuhkan kacamata setelah menjalani prosedur RLE. selain itu, risiko komplikasi hanya sebesar 1,5 persen dan umumnya dapat dikoreksi dengan operasi lanjutan.
“RLE juga menjadi satu-satunya pilihan dalam kasus-kasus khusus yang sudah tak tertangani LASIK atau smile pro. Misalnya, penderita miopia ekstrem dengan kondisi minus 20,” jelas Nashrul.