Liputan6.com, Jakarta Penggunaan kacamata sebagai solusi bagi orang usia 40 tahun ke atas yang mengalami penurunan penglihatan tampak tidak selalu memenuhi kebutuhan. Padahal, pada usia tersebut, seseorang berpotensi terkena presbiopia.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Nashrul Ihsan, Sp.M(K), dokter subspesialis katarak, lensa dan bedah refratik JEC Eye Hospitals.
Nashrul mengatakan, sebanyak 83 persen orang berusia 40 tahun ke atas mengalami presbiopia, bahkan jumlah prevalensi gangguan penyakit ini dipredikisi akan menyentuh angka 2,1 miliar secara global pada tahun 2030.
“Prevalensi presbiopia secara global terus meningkat seiring bertambahnya harapan hidup dan intensitas tuntutan penglihatan dekat di era modern, seperti menggunakan ponsel,” kata Kepala Klinik Utama Mata JEC Bekasi, di acara “JEC-Merdeka dari Kacamata di Usia Emas” pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Presbiopia atau mata tua adalah kondisi fisiologis yang terjadi akibat penurunan kemampuan akomodasi lensa yang menyebabkan seorang penderitanya kesulitan untuk melihat dalam jarak yang dekat.
Penyakit ini terjadi karena faktor usia, kondisi di mana mata kehilangan fleksibilitasnya. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kondisi ini membawa dampak penurunan kualitas hidup.
Gejala Presbiopia dan Dampaknya
Nashrul menjelaskan gejala presbiopia umumnya dikenali pada seseorang yang telah berusia 40 tahun. Keluhannya utama dari penyakit ini adalah kesulitan untuk melihat objek dari jarak yang dekat.
Selain itu, ada sejumlah gejala sekunder yang turut muncul, yakni mata lelah dan sakit kepala setelah melakukan pekerjaan yang membutuhkan fokus, contohnya memasukkan benang ke jarum.
“Itu akan mengalami perubahan pada usia-usia di atas 40, karena begitu kita baca susah, begitu kita menulis susah juga,” kata Nashrul.
Ia menambahkan bahwa masyarakat kini semakin banyak bergantung pada penglihatan jarak dekat, sehingga kondisi presbiopia kerap mengganggu.
“Kebanyakan semua orang ya, jadi enggak cuma yang anak muda, juga yang udah bekerja, yang apalagi udah punya smartphone mulai dari kecil sampai tua nanti pasti yang kelihatannya seperti ini, yang chatting, sosial media, kerjaan di iPad, dan itu akan mengalami perubahan pada usia-usia di atas 40,” jelas Nashrul.
Dampak Ekonomi dari Presbiopia
Selain itu, presbiopia juga membawa dampak pada segi psikologis dan ekonomi. Nashrul mengungkapkan sejumlah penelitian menunjukkan bahwa presbiopia menyebabkan penurunan kualitas hidup pada penderitanya, baik di negara dengan penghasilan tinggi maupun negara berpenghasilan rendah.
Dari segi ekonomi, sebuah studi yang mengkaji beban global terkait hilangnya prouktivitas akibat presbiopia menemukan, individu dengan rentang usia 50 tahun kebawah yang tidak diobati kehilangan potensi produktivitas sebesar USD 11 Miliar dan individu berusia 65 tahun ke bawah berpotensi kehilangan produktivitas sebesar 25,4 miliar.
Atasi Presbiopia dengan Prosedur RLE
Nashrul mengatakan bahwa opsi kacamata bifokal untuk mengatasi masalah presbiopia kerap dianggap tidak menarik, karena penggunaan kacamata disebut dapat menambahkan kesan tua pada wajah. Sementara, para penyandang presbiopia masih dalam kondisi gaya hidup dan aktivitas yang aktif.
“RLE menjadi prosedur ideal bagi mereka yang tidak nyaman mengenakan kacamata dan menginginkan solusi jangka panjang,” ujar Nashrul.
RLE atau Refractive Lens Exchange adalah prosedur penggantian lensa alami mata yang sudah tidak berfungsi optimal dengan lensa tanam yang disebut dengan IOL (intraokular lens). Tujuannya adalah mengganti lensa alami untuk mengurangi kebutuhan kacamata dan lensa kontak.
Bukan hanya untuk mengatasi masalah presbiopia, RLE juga dapat memperbaiki gangguan penglihatan lainnya, seperti mata minus (miopia), mata plus (hipermetrpia), dan silinder (astigmatisme).
Nashrul menyebutkan bahwa dirinya sangat merekomendasikan prosedur RLE bagi orang yang telah mengalami gangguan penglihatan akibat dari penuaan.
“RLE juga menjadi satu-satunya pilihan dalam kasus-kasus khusus yang sudah tak tertangani lasik atau smile pro. Misalnya, penderita miopia ekstrem dengan kondisi minus 20.”
Jenis-Jenis Lensa dalam Prosedur RLE
Tingkat keberhasilan prosedur RLE mencapai angka 98,5 persen dengan tingkat risiko komplikasi sebesar 1,5 persen, dan itu umumnya dapat ditangi dengan prosedur operasi lanjutan.
Lensa tanam dalam prosedur RLE disesuaikan kembali dengan kebutuhan pasien. Ada beberapa jenis lensa disebutkan oleh Nashrul tersedia di JEC, lensa-lensa tersebut yaitu:
IOL MultifocalLensa ini hadir untuk menyempurnakan penglihatan pada operasi Katarak. Selain itu, penanaman lensa IOL Multifocal dapat mengatasi beberapa gangguan penglihatan seperti, presbiopia, miopia, den hiperopia dalam satu kali tindakan.
IOL Depth of Focus (EDOF)Fungsi dari lensa ini serupa dengan lensa multifocal. Lensa EDOF ini dapat memperbaiki penglihatan yang lebih alami dan jelas dari jarak jauh hingga menengah. IOL EDOF ini dirancang untuk mengurangi efek silau pada mata.
IOL MonofocalIOL Monofocal memiliki empat jenis lensa lainnya, dengan fungsi yang berbeda-beda, jenis-jenis lensa tersebut yakni:
Lensa Non-Aspheric yang berfungsi untuk memperbaiki gangguan rabun jauh, tetapi masih memiliki bias yang tinggi.Lensa Aspheric yang berfungsi memberikan penglihatan kontras warna yang lebih baik dari lensa Non-Aspheric.Lensa Monofocal Plus berfungsi bukan hanya untuk memperbaiki penglihatan jauh, tetapi juga untuk memperjelas penglihatan untuk jarak penglihatan menengah.IOL Toric yang befungsi memperbaiki penglihatan dari gangguan silindris dalam satu kali operasi.