Jakarta -
Presiden terpilih Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8%. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia merekomendasikan agar investasi di sektor kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan transisi energi mencapai target tersebut.
Kepala Badan Ekonomi dan Financial Technology Kadin Indonesia, Pandu Sjahrir mengatakan perlu menarik investasi asing lebih banyak lagi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut. Menurutnya, sektor yang paling potensial untuk menarik investasi asing adalah transisi energi dan kecerdasan buatan.
"Saya pikir, terutama berdasarkan latar belakang dan ambisi Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi 8%, dan itu adalah ambisi yang sangat baik, terutama bagi pemerintah berikutnya, karena sekarang ekonomi 4,5-5%. Bagaimana kita dapatkan 8%, yang merupakan 3% yang tersisa yang perlu kita isi? Semuanya terkait investasi dan investasi dari luar negeri," kata Pandu di Kantor AC Ventures, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, pemerintah seharusnya mempermudah investasi di dunia digital dan pembangunan infrastruktur digital. Menurutnya, Indonesia menjadi negara potensial yang dapat menarik investasi asing. Pasalnya, Indonesia terletak di Asia Tenggara dengan pertumbuhan ekonomi dan situasi politik yang stabil.
"Pertanyaan besarnya adalah can we use this as an opportunity, as a place di mana kita bisa menarik lebih banyak lagi investasi di Indonesia. Makanya angle dari sisi artificial intelligence, di sisi pembangunan infrastruktur digital menjadi satu angle untuk bisa mencapai angka 8% lagi," jelasnya.
Lebih lanjut, setidaknya Indonesia membutuhkan investasi US$ 20 miliar atau Rp 313 triliun (kurs Rp 15.670) untuk membangun satu pusat data. Perhitungan ini didapatkannya saat membandingkan dengan Malaysia.
"Satu data center yang digunakan untuk AI sama dengan 8-10 juta megawatt. Indonesia butuh untuk minimum aja dalam waktu beberapa tahun ke depan, dua tahun itu, paling tidak 2 gigawatt. Malaysia jumlah penduduknya 25 juta, seperduabelas belas Indonesia. Their backlog today is about 1,5 gigawatt. Indonesia, dengan penduduk 300 juta. Ya at least sedikit di atas Malaysia 2 gigawat. Jadi, kalau 2 gigawatt, ya sekitar US$ 20 miliar untuk digital infrastruktur," imbuhnya.
Pandu menambahkan implementasi AI dalam dunia usaha dapat menambah karyawan menjadi lebih produktif. Menurutnya, penerapan AI ini tidak akan memicu pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jangka pendek. Justru, dia melihat para karyawan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam penggunaan teknologi.
Berdasarkan hasil laporan berjudul "Hamessing the Power of Gen (AI) in Indonesian Financial Services" menunjukkan 49% bisnis di sektor keuangan Indonesia memprioritaskan penggunaan AI untuk meningkatkan layanan pelanggan. Selain itu, 51% institusi keuangan di Indonesia menggunakan AI untuk pekerjaan sehari-sehari.
"Nggak ada (PHK). Secara short term malah lebih produktif buat semua karyawan. Jadi, kita banyak orang yang takut soal teknologi, bagaimana penggunaan teknologi, malah semuanya benefit dari sisi teknologi. Saya rasa makin produktif makin bagus. Saya melihatnya positif lah," terangnya.
(ara/ara)