Gubernur Jawa Timur bersama dengan Forkopimda Jawa Timur resmi menerbitkan aturan tentang penggunaan sound horeg lewat Surat Edaran Bersama yang diteken Gubernur Jatim, Kapolda, dan Pangdam. Aturan ini membatasi tingkat kebisingan hingga larangan penggunaan di lokasi tertentu demi menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
SE Bersama Nomor 300.1/ 6902/209.5/2025, Nomor SE/ 1/VIII/ 2025 dan Nomor SE/10/VIII/ 2025 tanggal 6 Agustus 2025 tentang penggunaan sound system/pengeras suara di wilayah Jawa Timur diterbitkan untuk menjadi pedoman bersama dengan tujuan agar penggunaan sound system di masyarakat tidak melanggar norma agama, norma kesusilaan dan norma hukum.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, SE Bersama merupakan sinergi tiga pilar dalam mewujudkan penggunaan sound system yang tertib di Jatim yang telah disusun secara komprehensif. Dengan harapan dapat tercipta suasana yang tertib dan kondusif di Jawa Timur khususnya dalam penggunaan pengeras suara di masyarakat.
SE bersama ini sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk Permenkes, PermenLH atau Permenaker.
“Mari kita patuhi aturan bersama guna menjaga ketertiban dan ketertiban di masyarakat. Penggunaan dan kegiatan yang menggunakan pengeras suara tetap diperbolehkan di Jawa Timur. Namun semua disesuaikan aturannya,” kata Khofifah dalam keterangannya, Sabtu (9/8).
Dalam SE Bersama ini, memuat aturan terkait batasan tingkat kebisingan penggunaan sound system/pengeras suara di lingkungan masyarakat, dimensi kendaraan yang mengangkut sound system lalu batasan waktu, tempat dan rute yang dilewati sound system dan yang terakhir terkait penggunaan sound system untuk kegiatan sosial masyarakat.
Pertama, untuk tingkat kebisingan. Dalam SE Bersama, Khofifah menjelaskan, pihaknya memberikan batasan antara penggunaan sound system statis dan yang bergerak.
“Untuk yang statis misalnya pada kegiatan kenegaraan, pertunjukan musik, seni budaya pada ruang terbuka dan tertutup dibatasi maksimal intensitas suara yang dihasilkan adalah 120 dBA,” ucapnya.
Sedangkan untuk penggunaan sound system untuk karnaval, unjuk rasa, penyampaian pendapat di muka umum secara non statis atau berpindah tempat maka dibatasi maksimal adalah 85 dBA.
Selanjutnya, untuk kendaraan pengangkut sound system pada kegiatan kenegaraan, pertunjukan musik, seni budaya pada ruang terbuka baik statis maupun bergerak harus sesuai dengan Uji Kelayakan Kendaraan (Kir).
Tidak hanya itu, SE Bersama itu juga mengatur tentang batasan waktu penggunaan sound system non statis atau yang berpindah tempat. Mereka wajib mematikan pengeras suara saat melintasi tempat ibadah saat dilaksanakan peribadatan, saat melintasi rumah sakit, ketika ada ambulans yang mengangkut orang sakit dan saat ada kegiatan pembelajaran di lingkungan pendidikan.
Selain itu, SE Bersama juga mengatur penggunaan sound system untuk kegiatan sosial masyarakat. SE Bersama ini tegas melarang penggunaan sound system untuk kegiatan yang melanggar norma agama, norma kesusilaan dan norma hukum. Termasuk melarang adanya minuman keras, narkotika, pornoaksi, pornografi dan membawa senjata tajam dan barang terlarang lainnya dalam kegiatan yang menggunakan sound system.
“Dan yang terpenting penggunaan sound system harus menjaga ketertiban, kerukunan, tidak menimbulkan konflik sosial dan tidak merusak lingkungan dan fasilitas umum,” tegas Khofifah.
Untuk itu, Khofifah menuturkan, setiap kegiatan penggunaan sound system harus mengurus perizinan. Setiap penyelenggara kegiatan yang berpotensi mengganggu ketertiban umum yang termasuk penggunaan sound system wajib mendapatkan izin keramaian dari kepolisian.