BERDASARKAN data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, masih ada sekitar 233 ribu guru yang belum menempuh pendidikan strata 1 (S1) atau Diploma 4 (D4). Guru yang belum menempuh S1 itu mayoritas berasal dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal dan sekolah dasar (SD).
Bahkan, dari 637.445 guru PAUD formal dan nonformal di seluruh Indonesia, hampir setengahnya belum bergelar sarjana. Padahal, menurut Kemendikdasmen kualitas guru terbukti menjadi kunci keberhasilan pendidikan anak sejak dini.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Pendidikan usia dini adalah fondasi utama pembangunan sumber daya manusia. Karena itu, pemenuhan kualifikasi guru PAUD dan SD serta wajib belajar prasekolah menjadi prioritas agar layanan pendidikan semakin merata dan bermutu,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen Suharti dalam ketarangan tertulis pada Ahad, 21 September 2025.
Melihat kondisi itu, Kemendikdasmen meluncurkan program afirmasi kualifikasi akademik dengan menyasar guru yang belum memiliki ijazah Sarjana atau Diploma IV. Syaratnya, guru tersebut berusia maksimal 55 tahun, dan terdaftar di Dapodik.
Seleksinya, kata dia, tidak hanya berbasis dokumen formal, tetapi juga mempertimbangkan portofolio pengalaman mengajar, partisipasi seminar, hingga keterlibatan dalam kegiatan pembelajaran.
Selain itu, Direktur Guru PAUD dan Pendidikan Non-Formal Kemendikdasmen Suparto menjelaskan otak anak berkembang hingga 80 persen sebelum usia enam tahun, sehingga guru PAUD memegang peran vital dalam membentuk karakter, kecerdasan, dan keterampilan sosial anak.
Ia juga menyoroti skema Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) yang memungkinkan guru berpengalaman menuntaskan studi lebih cepat, dua semester bagi guru berusia 47–55 tahun, dan rata-rata 2–4 semester bagi guru yang berusia dibawah 47 tahun.
Pemerintah, kata dia, juga telah akan memberikan bantuan maksimal Rp 3 juta per semester per guru. Tahun 2025, program ini menargetkan 12.500 peserta terdiri atas 6.745 guru TK dan 5.755 guru SD yang akan menempuh studi di 91 LPTK di seluruh Indonesia.
Namun, sejumlah tantangan muncul, mulai dari rendahnya motivasi guru senior, kendala kesehatan, hingga jarak ke lokasi kuliah. Untuk itu, pembelajaran moda daring dan hybrid dimaksimalkan agar guru dari pelosok tetap memiliki akses setara.
Selain itu, pelaksanaan program dengan sistem monitoring dan evaluasi, kontrak belajar, hingga fleksibilitas tugas akhir dirancang agar program dapat diselesaikan tanpa mengganggu tugas mengajar.