Royalti: Keadilan dan Penghargaan atas Kebudayaan

13 hours ago 17
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 Keadilan dan Penghargaan atas Kebudayaan (MI/Seno`)

MEI 2024, Ari Bias, seorang komposer, produser, sekaligus penulis lagu asal Sumatra Utara, mengirim somasi kepada Agnez Mo dan penyelenggara acara (HW Group) karena membawakan lagu Bilang Saja tanpa izin pada konser di tiga kota. Somasi ini disusul dengan melaporkan Agnez Mo ke Bareskrim Polri terkait dugaan pelanggaran hak cipta pada Juni 2024.

Hingga pada September 2024, Ari secara resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pada 30 Januari 2025 pengadilan menyatakan Agnez Mo terbukti melakukan pelanggaran hak cipta. Agnes lalu mengajukan kasasi ke MA, yang dikabulkan. Dengan adanya putusan kasasi, vonis pengadilan tingkat pertama menjadi batal.

Di tahun sebelumnya, perselisihan juga terjadi antara Ahmad Dhani dan Once Mekel. Dhani melarang Once menyanyikan lagu-lagu Dewa 19 di luar konser grup tersebut. Bagi Once, izin cukup dengan mengurus royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Perseteruan ini berujung pada pertemuan di Kemenkum dan HAM hingga akhirnya Once berjanji untuk tidak membawakan lagu-lagu Dewa 19 lagi.

Setelah itu, muncul ‘perseteruan’ antara Ari Lasso dan Wahana Musik Indonesia (Wami). Ari mempertanyakan pengelolaan royalti yang dilakukan oleh Wami yang menurutnya tidak transparan dan kurang akuntabel. Baginya, kenyataan ini bisa merugikan para musisi dan juga negara karena ada pajak di dalamnya. Melihat kenyataan tersebut, mantan vokalis band Dewa 19 ini pun kemudian membolehkan lagu-lagunya untuk dimainkan secara bebas.

Secara kelembagaan, muncul dua kelompok musisi dengan interest yang berbeda. Ada Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang dipimpin oleh Piyu (Padi Reborn) dan Vibrasi Suara Indonesia (Visi) dipimpin oleh Armand Maulana (Gigi). AKSI memiliki perhatian lebih pada kesejahteraan penulis/pencipta lagu, sementara Visi memandang bahwa ada yang perlu diperbaiki dari Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Kasus-kasus di atas bisa disebut sebagai pionir dari polemik mengenai royalti yang kini tengah bergulir di DPR. Karena, setelah itu, kasusnya bergulir seperti bola salju. Di Bali, Lembaga Manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia (LMK Selmi) dan PT Mitra Bali Sukses (MBS) sebagai pengelola gerai Mie Gacoan di Bali dan Luar Jawa berseteru. LMK Selmi melaporkan MBS ke Polda Bali karena dinilai tidak membayar royalti atas lagu-lagu yang diputar di ratusan gerai restoran mi itu. Untungnya sengketa berakhir dengan damai dengan dicabutnya laporan.

Setelah kasus tersebut, polemik soal royalti terus bergulir hingga membuat pengelola restoran, kafe, dan tempat hiburan ketar-ketir. Pasalnya, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyatakan bahwa semua bentuk pemutaran musik untuk kepentingan komersial harus membayar royalti.

Namun, belakangan beberapa pencipta lagu menyatakan menggratiskan lagu karya mereka untuk diputar di tempat umum seperti kafe dan restoran. Beberapa musisi yang mengambil jalan ini antara lain Rhoma Irama, Ariel Noah, Charly ST 12, Rian D'Massive, dan Kunto Aji.

Masalah royalti ternyata sampai ke sektor lain. Di media sosial ada unggahan dari akun @ekopriianto pada Minggu (17/8/2025). Ia membagikan foto pengumuman resmi dari PO Eka Mira di Sidoarjo yang melarang kru bus memutar musik, khususnya lagu Indonesia. Perusahaan otobus Sumber Alam yang melayani rute AKAP (antarkota antarprovinsi) dan AKDP (antarkota dalam provinsi) juga mengumumkan hal serupa lewat akun Instagram resmi @sumberalam.id.

Tidak berhenti di situ, saat suatu waktu penulis menyempatkan mampir di rest area Ciracas (menuju arah Cibubur) sebuah kenyataan yang menyentak hati terjadi. Suasananya hening! Tidak ada suara musik dan lagu di rest area tersebut. Yang ada hanya deru mesin dan suara percakapan dan lalu-lalang pengunjung. Gara-gara polemik royalti, rest area menjadi seperti kuburan. Mereka takut untuk memutar musik dan lagu. Musik seolah telah menjadi barang haram bahkan tanpa fatwa haram dari lembaga keagamaan.

PETA MASALAH

Merespons polemik yang terjadi, DPR pun mencoba tanggap. Wakil Ketua Sufmi Dasco Ahmad telah meminta komisi terkait untuk menyikapinya dengan cepat. Rabu, 27 Agustus 2025 kemarin, Komisi XIII sudah mengadakan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan terkait isu royalti lagu guna menghimpun masalah. Secara umum, polemik seputar royalti berada pada hal-hal berikut ini.

Pertama, para musisi, utamanya para pencipta lagu, merasa tersisih dan tak mendapat keadilan di tengah belantara permusikan dan dunia pentas di Tanah Air. Pasalnya, ketika lagu mereka dinyanyikan, dipentaskan, atau dibawakan oleh berbagai pihak, sang pencipta tak ikut kecipratan rezeki yang didapat atas pementasan tersebut. Ibarat kata, habis manis sepah dibuang. Para pencipta lagu terlupakan justru di saat karya mereka mampu menyejahterakan pihak lain.

Kedua, para penyanyi atau mereka yang berprofesi dalam dunia tarik suara merasa bahwa keberadaan lembaga penerima royalti sudah cukup untuk menjawab keresahan para komposer atau pencipta lagu. Namun, di sisi yang lain, manajemen dan profesionalitas masih menjadi masalah dari lembaga yang telah dibentuk sebagai amanat dari UU No 28 Tahun 2014 yakni LMK/LMKN. UU tersebut sesungguhnya sudah cukup progresif dalam menjawab ketimpangan rezim hak cipta di masa prareformasi. Meski demikian, berbagai cacat dalam implementasi di lapangan masih menjadi cerita klise dalam kehidupan administrasi kita. Kasus Ari Lasso dengan Wami menunjukkan kenyataan tersebut.

Ketiga, dalam beberapa kasus, praktik pemenuhan royalti yang dilakukan oleh LMK/LMKN ada kesan menjadi seperti lembaga rente baru. Kasus Mie Gacoan bisa kita ambil contoh. Dalam Peraturan Pemerintah No 56 Tahun 2021 setidaknya ada 14 kategori ‘layanan publik bersifat komersial’ yang bisa dikenai royalti ketika mereka memainkan sebuah lagu dalam aktivitas bisnisnya. Namun, pertanyaannya, mengapa pihak-pihak itu dikenai royalti? Dasar pemikirannya seperti apa? Dalam kasus Mie Gacoan, bukankah yang dijual oleh mereka bukanlah musiknya? Mengapa harus kena royalti? Aturan yang ada dalam Pasal 3 ayat 2 PP No 56 ini disinyalir menjadi akar masalah atau pusat kontroversi hingga membuat beberapa pelaku usaha seperti PO Eka Mira dan Sumber Alam ketakutan untuk memutar lagu di dalam bus.

Keempat, sengkarut ketiga masalah di atas akhirnya melahirkan sikap-sikap otonom dari beberapa musisi berupa pembebasan atas karya-karya mereka untuk dinyanyikan secara cuma-cuma oleh khalayak umum. Namun, kenyataan ini ternyata malah menjadi polemik baru alih-alih solusi atas masalah yang terjadi. Atas sikap-sikap semacam ini, aturan yang ada pun belum memiliki ruang yang memadai untuk menyikapinya.

Kelima, apa yang menjadi polemik saat ini berkisar pada kisruh royalti dalam dunia musik Indonesia. Sementara UU Hak Cipta tidak hanya berbicara tentang karya musik, melainkan juga karya di bidang lainnya. Apakah dengan begitu urusan royalti di bidang lain tidak ada masalah? Kita belum tahu benar. Yang pasti DPR kini sudah membentuk tim perumus yang terdiri dari perwakilan pihak-pihak terkait guna mengobservasi di level mana saja dibutuhkan perbaikan atau di poin mana saja yang diperlu direvisi, baik itu di level undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), maupun peraturan menteri (Permen).

Dalam semua upaya tersebut, Komisi XIII mengajak semua pihak untuk berpijak pada prinsip-prinsip keadilan sosial dan penghargaan atas hasil kerja kebudayaan. Dengan berpijak pada prinsip-prinsip yang jelas diharapkan akan mampu mengatasi setiap masalah terjadi kemudian.

PRINSIP-PRINSIP 

Setidaknya ada empat prinsip yang mesti kita bangun bersama dalam membahas masalah serta berupaya membangun skema royati yang berkeadilan.

Prinsip pertama, penghargaan atas cipta karya atau hasil kerja kebudayaan. Apa itu hasil kerja kebudayaan? Adalah hasil olah karya, karsa, serta rasa manusia di berbagai bidang. Dalam hal ini, negara harus memastikan bahwa ada penghargaan atas sebuah karya. Dalam kasus dunia musik Indonesia saat ini, posisi ini relevan dengan para pencipta lagu. Wujud dari penghargaan ini ialah terbangunnya sistem dan infrastruktur yang memadai agar para komposer mendapatkan hak secara memadai baik secara moral maupun ekonomi.

Prinsip kedua, terjadinya keadilan dalam relasi dan penghargaan yang diberikan. Dalam hal ini, negara harus membangun skema penghargaan secara berkeadilan. Setiap pihak yang terlibat dan terkait terhadap suatu karya mestilah memiliki porsi hak dan kewajiban masing-masing. Termasuk dalam hal ini ia...

Read Entire Article