Laut Sebasah, Upaya Nyata Menyelamatkan Laut Indonesia

5 hours ago 6
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

INFO NASIONAL -

Ancaman Nyata di Laut Nusantara

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Laut biru Indonesia terancam berubah jadi lautan sampah. Negeri bahari dengan garis pantai lebih dari 108 ribu kilometer dan 17 ribu pulau ini menghadapi ancaman serius: timbunan sampah laut.

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperkirakan timbulan sampah nasional pada 2025 mencapai 50,06 juta ton. Dari jumlah itu, sekitar 40 persen tidak terkelola, dan sebagian besar berakhir di laut. Setiap tahun, diperkirakan 16,02 juta ton sampah masuk ke perairan Indonesia. Jumlah ini membuat kondisi laut Indonesia kian rentan.

Studi UNEP pada 2021 menyebutkan, 80 persen sampah laut berasal dari daratan. Sampah itu terbawa aliran sungai, saluran air, hingga aktivitas pesisir. Sisanya datang dari aktivitas di laut, seperti perkapalan, perikanan, dan wisata bahari.

Laporan World Bank (Atlas of Sustainable Development Goals 2023) menempatkan Indonesia di posisi kedua penyumbang sampah plastik laut terbesar dunia, setelah China.

Sampah laut bukan hanya merusak pemandangan pantai. Plastik yang terbuang akan terurai menjadi mikroplastik dan masuk ke rantai makanan. Pada akhirnya, partikel kecil ini bisa masuk ke tubuh manusia.

Mikroplastik kini ditemukan dalam garam laut, air minum, bahkan darah manusia. Sementara plastik yang tidak terurai tetap mengendap di lautan, menjadi ancaman jangka panjang bagi ekosistem dan kehidupan biota laut.

Ancaman itu kian nyata ketika sampah laut mulai memakan korban biota besar. Seekor paus sperma ditemukan mati di perairan Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dengan 5,9 kilogram sampah plastik di dalam perutnya. Isinya mencengangkan: 115 gelas plastik, 25 kantong plastik, hingga sepasang sandal.

Kejadian serupa berulang di berbagai tempat. Di Kepulauan Seribu dan Bali, sejumlah penyu hijau mati setelah menelan plastik yang dikira ubur-ubur. Bukti ilmiah semakin kuat bahwa sampah laut telah menimbulkan krisis ekologi sekaligus mengancam kesehatan manusia.

Sampah laut juga menimbulkan kerugian ekonomi. Di Bali, pantai-pantai wisata seperti Kuta, Legian, dan Seminyak kerap dipenuhi sampah kiriman saat musim hujan. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bali mencatat, dalam kondisi puncak kiriman sampah, lebih dari 60 ton sampah per hari harus diangkut dari pantai. Kondisi ini merugikan pariwisata, menurunkan citra destinasi, dan meningkatkan biaya operasional pembersihan.

Bagi nelayan, sampah laut berarti berkurangnya hasil tangkapan. Penelitian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2022 menunjukkan bahwa keberadaan sampah plastik dapat menurunkan hasil tangkap hingga 30 persen karena ikan menjauh dari habitat tradisional. Selain itu, 30–40 persen alat tangkap nelayan rusak akibat tersangkut sampah di laut.
Kerugian ekonomi dari sampah laut di Indonesia ditaksir mencapai miliaran dolar per tahun, menegaskan betapa masalah ini bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga sosial dan ekonomi.

Laut Sebasah untuk Laut Lestari

KKP memandang sampah laut sebagai ancaman nyata bagi keberlanjutan ekonomi biru. Untuk menjawab persoalan ini, KKP meluncurkan program Laut Sehat Bebas Sampah (Laut Sebasah) sebagai orkestrasi nasional pengurangan sampah laut.

Targetnya jelas. Mulai 2026 dilakukan pengurangan bertahap, hingga pada 2029 volume sampah laut ditekan 50 persen. Program lintas sektor ini mengintegrasikan berbagai upaya yang ada, dengan pendekatan hulu–hilir: dari muara sungai, pesisir, pulau kecil, pelabuhan, hingga aktivitas kapal laut.

Efektivitas program diukur lewat Neraca Sampah Laut pada kawasan pantau. Instrumen ini mencatat capaian setiap pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah, sehingga perubahan perilaku, budaya, dan tanggung jawab bisa terukur secara konkret.

Pengelolaan data melibatkan perguruan tinggi dan NGO lokal di setiap provinsi, dengan supervisi BPS untuk menjaga objektivitas. Data yang valid menjadi dasar bagi rekomendasi perbaikan pengelolaan sampah di kawasan pantau.

Tahap berikutnya dalam program Laut Sebasah adalah penerapan mekanisme Insentif dan Disinsentif (Indis). Insentif diberikan kepada wilayah yang berhasil mengurangi sampah laut, baik dalam bentuk dukungan fiskal—seperti Dana Alokasi Khusus, bantuan keuangan, atau pengurangan pajak—maupun nonfiskal berupa program prioritas dan bantuan teknis.

Sebaliknya, wilayah yang abai akan dikenai disinsentif, mulai dari pembatasan akses program, koreksi fiskal, hingga evaluasi kinerja. Skema Indis diharapkan mendorong perubahan pengelolaan sampah sejak dari hulu, sekaligus menumbuhkan semangat kompetitif antarwilayah untuk menciptakan laut sehat bebas sampah. 

Setelah penerapan mekanisme Indis, perlu dipahami bahwa persoalan sampah laut tidak hanya berhenti pada teknis penghitungan, tetapi juga bagaimana aliran sampah tersebut masuk ke wilayah perairan. Dalam konteks kepulauan, sampah laut masuk melalui empat pintu utama, yaitu muara sungai, pesisir, pulau-pulau kecil, serta pelabuhan dan kapal laut.

Indonesia memiliki lebih dari 5.590 sungai yang sebagian besar bermuara langsung ke laut, garis pantai sepanjang 108 ribu kilometer, lebih dari 13 ribu pulau kecil yang rawan pencemaran karena keterbatasan infrastruktur, serta 2.459 pelabuhan dengan sekitar 500 ribu kapal laut aktif yang menyumbang sampah signifikan.
Penilaian dan penghitungan neraca sampah di kawasan luas ini hanya dapat dilakukan melalui kolaborasi multipihak. Kolaborasi adalah kunci program Laut Sebasah.

Apresiasi untuk Penjaga Laut

Pemerintah tidak hanya mendorong upaya penanganan sampah melalui program Laut Sebasah, tetapi juga memberi apresiasi kepada para penjaga laut, yakni Kerthigara. Nama penghargaan nasional ini berasal dari penggabungan kata kerthi yang berarti pemuliaan atau penyucian, dan gara/segara yang berarti laut. Dengan demikian, Kerthigara dimaknai sebagai pemuliaan laut—sebuah panggilan moral untuk menjaga samudra tetap biru.

Pemilihan nama ini tidak hanya berakar pada kearifan Bali yang mengenal konsep Segara Kerthi, melainkan juga menemukan gema dalam hampir semua bahasa daerah Nusantara. Kata segara/sagara di Jawa dan Sunda, lauik di Minangkabau, laôt di Aceh, tasi’ di Bugis, hingga tase’ di Madura, semuanya menunjuk pada laut. Sementara nilai kerthi—pemuliaan, penyucian, kemuliaan—dapat disejajarkan dengan kosakata lokal bernuansa suci, mulia, dan bersih di berbagai daerah.

Dengan demikian, Kerthigara tidak hanya merepresentasikan satu budaya lokal, melainkan simbol inklusif yang menyatukan keberagaman bahasa dan tradisi Indonesia. Ia membawa satu makna bersama: menjaga laut sebagai warisan kehidupan bagi generasi mendatang.

Anugerah Kerthigara akan menjadi penghormatan tertinggi dari Presiden Republik Indonesia bagi daerah, komunitas, maupun pihak swasta yang berhasil mewujudkan kawasan pantau bebas sampah. Lebih dari sekadar tanda penghormatan, Kerthigara adalah simbol komitmen kolektif bangsa menjaga laut, sekaligus inspirasi bahwa Indonesia mampu memimpin gerakan global melawan sampah laut.

Semangat Laut Sebasah dan penghargaan Kerthigara menemukan cerminnya dalam berbagai inisiatif lokal yang telah lebih dulu bergerak, bahkan membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari komunitas.

Di Bali, gerakan Bye Bye Plastic Bags yang digagas Melati dan Isabel Wijsen sejak 2013 berhasil mendorong lahirnya Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang larangan plastik sekali pakai.

Di Jawa Barat, program Citarum Harum menunjukkan bahwa pemulihan sungai bisa dilakukan lewat kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, aparat, akademisi, hingga komunitas lokal. Sementara di Banyuwangi, Project STOP sukses mengembangkan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat dan sektor swasta, sebuah model yang kini dilirik daerah lain.

Praktik-praktik ini membuktikan bahwa kawasan zero waste dapat dicapai bila pengelolaan dilakukan secara konsisten dan terintegrasi. Karena itu, Laut Sebasah sebagai program baru patut memiliki semangat serupa. Diawali dengan urgensi harmonisasi regulasi pusat dan daerah agar memiliki kekuatan hukum yang jelas, serta keterbukaan data dan komitmen kolektif semua pihak menjadi kunci keberhasilan.

Dengan semangat kolaborasi, pengalaman best practice, dan dukungan insentif yang tepat, penulis yakin Indonesia mampu mewujudkan laut yang sehat dan bebas sampah. 

Menjaga laut bukan hanya tugas pemerintah, melainkan gerakan bersama seluruh bangsa. Laut sehat dan bebas sampah adalah investasi bagi generasi mendatang. Menjaga laut berarti menjaga kehidupan. (*)

Koswara | Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Read Entire Article