Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan Artificial Intelligence (AI) yang semakin marak belakangan ini membawa dampak positif juga memunculkan sejumlah risiko. Tak jarang, AI dipakai untuk melakukan aksi peninpuan hingga pembuatan konten tidak pantas.
Menanggapi fenomena ini, OpenAI memperkenalkan fitur keamanan baru untuk ChatGPT. CEO OpenAI, Sam Altman, mengatakan aturan baru ini akan memisahkan pengalaman pengguna berdasarkan usia.
"Kami menetapkan minimal penggunaan ChatGPT di usia 18 tahun," tulis Sam Altman di situs resmi OpenAI, Senin (22/9/2025).
Meski begitu, remaja minimal usia 13 tahun tetap bisa memakai ChatGPT. "Namun, nanti akan ada pengaturan keamanan tambahan."
Keputusan raksasa AI ini diambul setelah munculnya laporan, ChatGPT pernah terlihat percakapan sensitif, termasuk topik seksual dan bunuh diri.
Saking ramainya topik ini, muncul fenomena bernama "AI Psychosis” (Psikosis AI), di mana sebagian pengguna kehilangan kontak dengan realitas akibat terlalu sering berinteraksi denga chatbot berbasis AI.
Metode Verifikasi dan Penyebab Utama Psikosis AI
Kebijakan baru OpenAI ini langsung menuai pro-kontra. Meski ada yang menilai langkah terkesan membatasi, perusahaan memastikan pengguna tetap bisa mengakses ChatGPT dengan fitur lebih aman.
Bocoran dari situs resmi perusahaan, ke depan pengguna mungkin perlu melakukan verifikasi identitas untuk membuktikan usia. Langkah ini dianggap kompromi yang harus ditempuh untuk keamanan dan perlindungan pengguna dari penyalahgunaan AI.
Menurut psikiater dari University of California, Dr. Keith Sakata, kondisi "AI Psychosis" dipicu perasaan terisolasi.
"Pengguna kesepian cenderung menggunakan AI untuk mengeksplorasi masalah pribadi. Lambat laun, mereka mengembangkan delusi atau sebuah keyakinan salah".
Karena AI selalu merespons secara kooperatif, hal tersebut semakin membuat delusi pengguna semakin kuat. Akibatnya, mereka semakin sulit membedakan mana yang benar atau salah.
Gejala Pengidap Psikosis AI
Satu hal perlu diketahui, meskipun masuk ke dalam kondisi gangguan mental, psikosis sendiri adalah sebuah gejala, bukan penyakit. Menurut Keith Sakata, ini mirip seperti demam menandakan adanya masalah di dalam tubuh.
Psikosis hanyalah sebuah tanda bahwa "otakmu tidak memproses dengan benar". Tidak ada bukti bahwa penggunaan AI dapat menyebabkan gangguan psikotik spesifik seperti skizofrenia.
Berikut adalah beberapa tanda atau gejala bahwa seseorang mungkin sedang mengalami psikosis, antara lain:
- Perilaku mendadak berubah, seperti tidak makan atau pergi bekerja
- Keyakinan pada ide-ide baru atau muluk-muluk
- Kurang tidur
- Pemutusan hubungan dari orang lain
- Aktif setuju dengan potensi delusi
- Merasa terjebak dalam putaran umpan balik
- Menginginkan kerugian pada diri sendiri atau orang lain
Mengingat gejala di atas, pengguna kini harusnya lebih berhati-hati. Semakin banyak interaksi dengan AI, gejalanya akan kian parah.
Pada awalnya, gejalanya tampak sangat ringan hanya dengan mengurangi waktu tidur atau lebih sering mengobrol dengan bot, tetapi dalam jangka panjang, gejala ini dapat berubah menjadi kondisi pikiran yang sangat menjauh dari kenyataan.
Oleh karena itu, mengenali tanda-tanda awal ini akan berperan penting dalam upaya pencegahan dan pengobatan sebelum berkembang lebih lanjut.
Langkah Penanganan
Jika kamu atau orang terdekat menunjukkan gejala-gejala di atas, mungkin langkah pertama adalah segera mencari bantuan. Jangan ragu untuk menghubungi dokter atau psikiater, lupakan stigma hanya orang gila yang berkonsultasi dengan dokter kejiwaan.
Selain bantuan profesional, Sakata menekankan mengandalkan dukungan sosial dari teman dan keluarga adalah kunci utama dalam proses pemulihan dari kondisi psikosis ini.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang spesifik untuk Psikosis AI. Perawatan akan sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan gejala dan penyebab mendasar dari kondisi pasien.
Salah satu metode yang dianggap efektif adalah Cognitive Behavioral Therapy (Terapi Perilaku Kognitif). Setelah menjalani terapi ini, kemungkinan untuk mengenali dan membingkai ulang pemikiran delusi dari pasien dapat meningkat secara perlahan.
Untuk kasus yang lebih parah, dokter mungkin akan memberikan resep obat-obatan. Misalnya seperti antipsikotik atau penstabil suasana hati untuk membantu meredakan gejala yang muncul.
Terakhir, dukungan komunitas dari sesama penderita dan pemantauan penggunaa AI juga sangat membantu.