Liputan6.com, Jakarta Turnamen Women Euro 2025 di Swiss tinggal menyisakan satu laga pamungkas. Spanyol dan Inggris akan saling berhadapan dalam final yang digelar di St Jakob-Park, Basel, Minggu malam, 27 Juli 2025 pukul 23.00 WIB.
Inggris mencapai partai puncak usai menyingkirkan Italia 2-1 lewat perpanjangan waktu dalam laga semifinal. Nama Michelle Agyemang, penyerang berusia 19 tahun, muncul sebagai salah satu pahlawan di laga krusial itu.
Meski lebih sering berstatus cadangan, Agyemang selalu tampil menentukan ketika diturunkan. Ia menjadi pembeda yang menghidupkan asa Inggris di momen-momen genting.
Satu Gol, Dua Momen Penyelamat
Agyemang bukan pemain yang selalu jadi pilihan utama Sarina Wiegman. Ia kerap baru masuk ketika Inggris butuh gol, dan di momen itulah dia bersinar. “Jika dia masuk dari bangku cadangan, itu mungkin berarti Inggris butuh gol. Namun, tidak ada pemain yang lebih baik dalam situasi seperti itu daripada Agyemang,” ujar Wiegman.
Di perempat final kontra Swedia, ia menyamakan skor hanya 11 menit setelah masuk, membuat Inggris akhirnya menang lewat adu penalti. Di semifinal, Agyemang masuk menit ke-85 dan mencetak gol penyeimbang 10 menit kemudian.
Dua kali masuk dari bangku cadangan, dua kali jadi penyelamat. Tak berlebihan jika media melabelinya sebagai penyelamat Inggris di Euro 2025.
Dari Ball Girl ke Pahlawan Bangsa
Empat tahun lalu, Agyemang hanya seorang ball girl di Wembley saat Inggris menang 4-0 atas Irlandia Utara. Kini, dia jadi andalan ketika negaranya butuh keajaiban.
Karier internasionalnya bahkan melesat lebih cepat dari kiprah klubnya. Debut di Arsenal pada usia 16 tahun, ia lalu dipinjamkan ke Watford dan Brighton untuk menimba pengalaman.
Sejak kecil, ia memang terbiasa bersaing. “Itu perubahan besar,” kata Agyemang soal pengalamannya bertanding di liga laki-laki saat usia 12 tahun. “Kami kalah setiap minggu, didominasi secara fisik dan mental, tapi pengalaman itu membentuk saya.”
Kekuatan Fisik sebagai Senjata
Agyemang dikenal punya kekuatan fisik yang mengesankan di lapangan. Meski kadang terlalu agresif, kekuatannya itu justru jadi nilai plus. “Dalam duel, saya pikir dia perlu sedikit tenang karena dia membuat beberapa pelanggaran,” kata Wiegman pada Mei lalu. “Kamu tidak ingin hampir menghancurkan lawanmu.”
Namun, Lucy Bronze berpandangan sebaliknya. “Lucy bilang itu kekuatan super saya,” ujar Agyemang tentang diskusinya dengan Bronze dan Wiegman. Ia pun mencoba menyeimbangkan fisikalitasnya tanpa kehilangan daya dobrak.
Esme Morgan menilai Agyemang punya sisi lain di luar lapangan. “Dia cerdas, lembut, pemalu, tapi lucu jika sudah akrab. Saya bangga dengan dampaknya sejauh ini,” ujar Morgan.
Menjawab Kepercayaan sang Pelatih
Agyemang nyaris tak masuk skuad Euro karena hanya dipanggil menggantikan Alessia Russo yang cedera. Bahkan setelah gol indah di debutnya April lalu, ia sempat dicadangkan dalam laga Nations League.
Namun, Wiegman memanggilnya masuk skuad akhir berisi 23 pemain. “Pergilah dan ubah pertandingan,” kata Wiegman ketika Inggris tertinggal 0-2 dari Prancis di laga pembuka. Meski tak mencetak gol, kontribusi Agyemang menghidupkan permainan.
Ia tak tampil melawan Belanda dan Wales, tetapi saat tertinggal 0-2 dari Swedia di perempat final, Wiegman kembali memanggilnya. Agyemang masuk menit 70 dan mencetak gol penyeimbang hanya dua menit setelah Lucy Bronze mencetak gol pertama.
Dari Kartu Kuning ke Tiket Final
Ada kekhawatiran saat Agyemang mendapat kartu kuning melawan Italia. Namun, ia tetap jadi pembeda, menyamakan skor di masa injury time dan membawa laga ke extra time.
Wiegman kini tak ragu padanya. “Dia pemain yang kami andalkan di saat sulit, menahan bola, menghubungkan permainan, dan punya insting di kotak penalti,” ujar Morgan.
Malam Minggu nanti, mungkin Agyemang tak jadi starter. Namun, jika Inggris kesulitan, mereka tahu ke siapa harus berpaling. Michelle Agyemang siap menjadi pembeda dan mengubah nasib timnya.
Sumber: The Guardian