Diskursus pajak kekayaan untuk kaum superkaya

13 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia tengah memasuki babak baru dalam reformasi perpajakan. Setelah hampir satu dekade fokus pada digitalisasi administrasi dan perluasan basis pajak, kini arah kebijakan mulai menyentuh lapisan yang lebih sensitif: pajak atas korporasi besar dan kelompok superkaya.

Narasi ini muncul seiring dengan kebutuhan mendesak memperkuat penerimaan negara, mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi, serta menjawab tuntutan keadilan fiskal.

Wacana pengetatan pajak terhadap korporasi besar bukan tanpa alasan. Menurut data Direktorat Jenderal Pajak, lebih dari 60 persen penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) non-migas masih bergantung pada segelintir perusahaan besar.

Hal ini membuat ketahanan fiskal rapuh, karena bila terjadi tekanan pada satu sektor, risiko shortfall penerimaan sangat tinggi. Sementara itu, distribusi kekayaan nasional juga menunjukkan ketimpangan yang mencolok. Data Credit Suisse (2023) memperlihatkan bahwa 1 persen orang terkaya Indonesia menguasai hampir 50 persen total kekayaan nasional.

Dengan konteks seperti itu, kebijakan pajak yang lebih progresif terhadap korporasi dan individu superkaya dipandang sebagai langkah strategis. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan perdebatan serius: sejauh mana pengetatan pajak dapat memperkuat penerimaan tanpa melemahkan iklim usaha?

Dari perspektif fiskal, pajak atas korporasi besar dan kekayaan individu superkaya berpotensi memperluas ruang fiskal. Artikel opini The Jakarta Post (2024) memperkirakan bahwa penerapan pajak kekayaan progresif dapat menambah penerimaan Rp50–70 triliun per tahun. Angka ini cukup untuk mendanai berbagai program prioritas: pembangunan rumah sakit, subsidi pendidikan, hingga perluasan jaminan sosial.

Selain itu, wacana pajak kekayaan tidak hanya soal penerimaan, tetapi juga tentang redistribusi kekayaan. Dengan semakin timpangnya struktur aset di Indonesia, kebijakan ini dapat menjadi instrumen koreksi yang sahih untuk memperkecil jurang kesenjangan.

Riset Martínez, Marti & Scheuer (2023) di Swiss menunjukkan bahwa keberadaan pajak kekayaan yang konsisten mampu menahan laju konsentrasi kekayaan pada kelompok 1 persen teratas. Tanpa instrumen tersebut, ketimpangan cenderung meningkat tajam dari waktu ke waktu.

Di Indonesia, kesenjangan sosial menjadi faktor penting yang mendorong legitimasi politik atas kebijakan pajak progresif. Survei Lembaga Survey Indonesia (2023) mencatat bahwa 72 persen responden setuju bila pemerintah mengenakan pajak tambahan kepada kelompok sangat kaya demi kepentingan publik. Hal ini juga mencerminkan dukungan sosial ini menjadi modal politik yang penting, meski pelaksanaannya tetap memerlukan perhitungan cermat.

Risiko iklim usaha

Namun, pengetatan pajak tidak bebas risiko. Riset Asian Development Bank (2024) menegaskan bahwa kenaikan beban pajak korporasi sebesar 1 persen dapat menurunkan arus Foreign Direct Investment (FDI) hingga 0,5 persen.

Meta-analisis Feld & Heckemeyer (2011) bahkan memperkirakan dampaknya bisa lebih besar, yakni penurunan sekitar 2,5 persen dari total FDI. Ini artinya, desain kebijakan harus benar-benar mempertimbangkan dampak pada arus modal asing, terutama di sektor padat modal seperti manufaktur dan energi.

Selain itu, risiko capital flight dari individu superkaya juga tidak bisa diabaikan. Kasus Norwegia menjadi pelajaran penting: kenaikan pajak kekayaan memicu migrasi finansial sebagian besar orang kaya, sehingga basis pajak justru menyusut.

Di Indonesia, dengan mobilitas modal yang semakin terbuka, potensi pemindahan aset ke luar negeri bisa menjadi ancaman serius jika tidak diantisipasi dengan kerangka hukum yang jelas dan integrasi data lintas negara.

Selanjutnya salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan basis data. Meskipun Indonesia sudah menerapkan sistem Automatic Exchange of Information (AEOI) dengan banyak negara, integrasi data domestik terkait kepemilikan aset, properti, saham, hingga kendaraan mewah masih belum optimal.

Konsultan Ernst & Young dalam laporan yang berjudul Investasi AS: Mitra Inovasi bagi Indonesia menekankan bahwa kepastian hukum dan transparansi data menjadi faktor krusial bagi keberhasilan kebijakan pajak baru. Tanpa basis data yang komprehensif, implementasi pajak kekayaan rawan menimbulkan praktik penghindaran pajak, celah hukum, atau bahkan perlakuan diskriminatif.

Sedangkan apabila kita mau belajar dari Swiss dan Spanyol, kunci sukses penerapan pajak kekayaan adalah meningkatkan kapasitas administrasi yang terdiri dari registri aset yang transparan, prosedur valuasi yang jelas, serta koordinasi pusat-daerah. Spanyol bahkan memperkenalkan Solidarity Tax on Large Fortunes untuk mencegah kompetisi tarif antardaerah, yang terbukti efektif meningkatkan penerimaan.

Paket kebijakan seimbang

Agar kebijakan ini tidak menimbulkan efek negatif berlebihan terhadap investasi, pemerintah perlu menyeimbangkan dengan insentif non-fiskal. Beberapa strategi mitigasi yang relevan antara lain deregulasi dan digitalisasi perizinan yaitu pertama, dengan memangkas biaya kepatuhan regulasi agar beban tambahan pajak dapat terkompensasi oleh efisiensi birokrasi.

Kedua, adanya kepastian hukum dan Service Level Agreement (SLA) layanan dengan menetapkan standar waktu layanan investasi serta mekanisme penyelesaian sengketa yang cepat.

Ketiga, melakukan pengamanan mobilitas modal dengan antara lain menyusun aturan pajak keluar (exit tax) dan memperkuat perjanjian pertukaran informasi internasional. Keempat, memperkuat desain pajak yang terarah yaitu dalam hal ini pajak kekayaan hanya berlaku pada net worth di atas ambang sangat tinggi (misalnya Rp150 miliar ke atas) agar tidak membebani kelas menengah atas atau pelaku usaha produktif berskala menengah.

Di luar aspek teknis, kebijakan ini juga menyentuh dimensi sosial. Indonesia masih menghadapi tantangan kesenjangan yaitu Gini Ratio pada 2023 tercatat di angka 0,388 yang merupakan kondisi stagnan dalam lima tahun terakhir.

Penerapan pajak progresif pada superkaya diharapkan memperkuat solidaritas social dan mengurangi gap kesenjangan, serta dengan membawa pesan bahwa beban pembangunan dipikul secara proporsional sesuai kemampuan masyarakat.

Menilik lebih jauh apabila dikaitkan dengan demokrasi dalam ekonomi, maka legitimasi kebijakan fiskal tidak hanya terletak pada efisiensi penerimaan, tetapi juga pada rasa keadilan. Sehingga dengan demikian wacana pajak kekayaan menjadi simbol komitmen pemerintah untuk menghadirkan distribusi yang lebih adil di tengah masyarakat.

Kebijakan pajak yang menargetkan korporasi besar dan kaum superkaya menandai babak baru dalam perjalanan fiskal Indonesia. Dari satu sisi, ia berpotensi memperkuat penerimaan dan memperkecil kesenjangan. Dari sisi lain, ia mengandung risiko bagi iklim usaha jika tidak diimbangi dengan reformasi non-fiskal.

Pelajaran dari Spanyol, Swiss, dan Norwegia menunjukkan bahwa pajak kekayaan hanya berhasil bila administrasi kuat, desain kebijakan tepat, dan ada jaminan kepastian hukum.

Indonesia kini menghadapi pilihan: apakah berani menerapkan pajak yang lebih progresif dengan segala risiko, atau tetap bergantung pada basis penerimaan tradisional yang rawan ketimpangan?

Jawaban dari pertanyaan ini akan menentukan bukan hanya nasib APBN, tetapi juga arah keadilan sosial-ekonomi Indonesia di dekade mendatang dan menuju visi besar Indonesia Emas 2045.

*) Dr. M. Lucky Akbar, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan, Kementerian Keuangan

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article