Liputan6.com, Jakarta Sidang lanjutan uji materi UU Hak Cipta kembali digelar di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (31/7/2025). Lembaga Manajemen Kolektif Nasional atau LMKN, menyampaikan daftar penyelenggara acara atau event organizer (EO) yang lalai bayar royalti hingga mencapai lebih dari 400 nama.
Ketua LMKN, Dharma Oratmangun mengatakan, langkah ini bukti keseriusan LMKN menegakkan aturan soal hak cipta termasuk royalti lagu. Ia menyebut LMKN telah memberi tanggapan tertulis atas pertanyaan hakim konstitusi pada sidang sebelumnya.
"Kita sudah memasukkan tertulis tentang pertanyaan dari hakim konstitusi dari persidangan yang lalu tentang banyaknya. Berapa banyak nama event organizer yang bandel tidak membayar royalti tahunan. Kemudian kita memasukkan itu ada 400 lebih dari sekian banyak event organizer," ujar Dharma Oratmangun usai bersidang.
"Kita memasukkan data rumah karaoke, mal-mal, tempat hiburan, dan lain sebagainya juga sudah kita hubungi, surati, dan masih membandel tidak membayar royalti," katanya.
Sudah Sosialisasi
Ikke Nurjanah selaku juru bicara LMKN memastikan bahwa pihaknya telah menyosialisasikan kepada EO, asosiasi tempat hiburan, dan hotel tentang kewajiban bayar royalti.
"Kami sudah sosialisasikan sejak pertama dan sudah mengundang EO, asosiasi hotel, jadi kita sudah bertemu saat tarif ini berlaku," Ikke Nurjanah menjelaskan.
Kasus Mi Gacoan
Lebih lanjut Dharma Oratmangun menyoroti kasus yang tengah berproses, yakni pelanggaran hak cipta oleh jaringan restoran. Ia menyebut proses hukum atas kasus ini akan segera dimulai.
“Kasus Mi Gacoan sudah berjalan dan dalam waktu dekat akan memasuki proses hukum pidana dan perdata,” Dharma Oratmangun memaparkan.
Kenapa Sih Takut Bayar Royalti
Dharma Oratmangun mengimbau semua pengguna karya musik untuk komersil agar menaati menjalankan kewajiban bayar royalti. Apalagi tarif royalti di Indonesia yang paling kecil dibandingkan negara-negara lain.
"Kenapa sih takut bayar royalti. Royalti tidak bikin usaha itu bangkrut. Kita juga memperhatikan UMKM. Jangan gunakan hak milik orang untuk mendatangkan keuntungan," Dharma Oratmangun mengakhiri.