Jakarta (ANTARA) - Brazil merupakan negara dengan keragaman etnis dan budaya yang sangat luas, hasil dari sejarah panjang imigrasi dari berbagai belahan dunia. Namun, dari sekian banyak komunitas imigran, warga keturunan Jepang atau dikenal dengan istilah Nikkei Burajiru-jin menjadi salah satu kelompok terbesar dan paling menonjol di negara tersebut.
Saat ini, diperkirakan terdapat sekitar 1,6 juta orang Jepang dan keturunan Jepang yang tinggal di Brazil, menjadikan komunitas ini sebagai yang terbesar di luar Jepang. Lantas, bagaimana sejarah kedatangan mereka ke Brazil?
Awal mula imigrasi Jepang ke Brazil bermula pada tahun 1907 ketika pemerintah Brazil dan Jepang menandatangani perjanjian kerja sama migrasi. Kesepakatan ini dibuat sebagai solusi untuk mengurangi masuknya imigran Italia ke Brazil dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja, khususnya di sektor perkebunan kopi yang saat itu menjadi komoditas utama negeri tersebut.
Tahun berikutnya, pada 1908, kapal Kasato Maru yang mengangkut 790 imigran Jepang tiba di pelabuhan Santos, Brazil. Sebagian besar dari mereka merupakan petani yang berasal dari wilayah selatan Jepang, termasuk Okinawa. Mereka berlayar dari pelabuhan Kobe melalui Cape of Good Hope, Afrika Selatan, dan akhirnya menetap di wilayah São Paulo, yang merupakan pusat perkebunan kopi saat itu.
Faktor pendorong lain yang menyebabkan imigrasi besar-besaran dari Jepang adalah kondisi dalam negeri Jepang yang tengah mengalami transisi dari sistem feodal han menuju era modern. Perubahan ini menyebabkan banyak petani kehilangan lahan dan pekerjaan, sehingga imigrasi menjadi jalan keluar untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Selain ke Brazil, imigran Jepang juga sempat menyasar Meksiko dan Peru, namun São Paulo menjadi pusat perkembangan komunitas terbesar.
Antara tahun 1917 hingga 1940, lebih dari 164.000 imigran Jepang tiba di Brazil, dengan sekitar 75 persen di antaranya menetap di negara bagian São Paulo. Imigrasi ini semakin meningkat setelah Jepang dilarang mengirim warganya ke Amerika Serikat melalui perjanjian Gentlemen's Agreement tahun 1907.
Baca juga: Prabowo-Lula sepakat reformasi di PBB, beri ruang negara pemain baru
Namun, masa sulit melanda komunitas Jepang-Brazil pada masa Perang Dunia II. Brazil yang saat itu bergabung dengan Blok Sekutu memandang etnis Jepang sebagai ancaman potensial. Pemerintah setempat melakukan penahanan terhadap ribuan warga Jepang-Brazil dan membatasi hak-hak mereka. Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan dan mengalami diskriminasi. Meski demikian, pascaperang, proses reintegrasi perlahan dimulai dan komunitas ini kembali bangkit.
Dengan semangat kerja keras, etos disiplin, dan kemampuan beradaptasi, generasi kedua dan ketiga keturunan Jepang-Brazil berhasil menempatkan diri dalam berbagai bidang. Banyak dari mereka kini menjadi tokoh penting di sektor bisnis, seni, olahraga, hingga politik. Komunitas ini pun terus berkontribusi aktif dalam kehidupan sosial dan budaya Brazil, memperkaya identitas nasional negara tersebut.
Salah satu pusat komunitas Jepang di Brazil adalah kawasan Liberdade di São Paulo. Sejak awal abad ke-20, kawasan ini menjadi tempat tinggal bagi imigran Jepang karena harga rumah yang terjangkau.
Seiring berjalannya waktu, Liberdade berkembang menjadi pusat budaya Jepang yang ikonik. Jalanan kawasan ini dipenuhi lampu bergaya Jepang suzuranto, pohon sakura, restoran khas Jepang, hingga pasar tradisional dan toko oleh-oleh.
Setiap akhir pekan, kawasan Liberdade juga menggelar festival jalanan yang menampilkan kuliner khas Jepang, kerajinan tangan, dan pertunjukan budaya, yang menjadikannya salah satu destinasi wisata favorit di São Paulo.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang dan penuh tantangan, komunitas Japanese-Brazilian tidak hanya menjadi bagian penting dari masyarakat Brazil, tetapi juga menjadi contoh keberhasilan diaspora dalam mempertahankan identitas budaya sembari berkontribusi aktif dalam membangun negara yang mereka tinggali.
Baca juga: Presiden Brazil sebut Indonesia teman lama, berperan sejak KAA Bandung
Baca juga: Presiden Prabowo dijamu santap siang kenegaraan oleh Presiden Lula
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.