Liputan6.com, Jakarta - Pola makan sehat untuk anak bukan hanya soal banyaknya vitamin yang dikonsumsi. Sayangnya, masih banyak orangtua yang terlalu fokus mengejar suplemen dan vitamin, padahal fondasi utama tumbuh kembang anak justru berasal dari nutrisi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
Dalam siaran langsung Healthy Monday Liputan6.com bertajuk Tips Pola Hidup Sehat pada Anak, Dokter Spesialis Anak dari RS EMC Pekayon, dr. S. Tumpal Andreas C., M.Ked(Ped), Sp.A, dan Dokter Spesialis Anak dari RS EMC Cikarang, dr. Reza Ervanda Zilmi, Sp.A, mengingatkan, masa kecil adalah fondasi penting bagi masa depan anak.
Kebiasaan makan yang dibentuk sejak dini bukan hanya memengaruhi kondisi fisik, tetapi juga perkembangan kognitif dan emosional. Anak perlu diajarkan untuk mengenali proses makan tanpa rasa cemas atau tekanan berlebihan dari orangtua.
Dokter Andreas menekankan bahwa anak sedang dalam masa belajar, sehingga proses makan perlu dilakukan secara bertahap. Bukan sekadar "harus makan", melainkan memahami proses makan itu sendiri agar anak tumbuh dengan baik.
Nutrisi Makro Lebih Penting dari Vitamin
Banyak orangtua masih keliru memahami prioritas nutrisi untuk anak. Menurut dr. Andreas dan dr. Reza, nutrisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Ketiga komponen ini berperan penting dalam membentuk dan memperbaiki sel-sel tubuh.
"Semua nutrisi harus terpenuhi, terutama tiga komponen utama: karbohidrat, protein, dan lemak. Fokuslah pada nutrisi penting ini terlebih dahulu. Jika memang dibutuhkan, barulah diberikan suplemen atau vitamin sesuai kebutuhan," kata dr. Andreas.
Dia, menambahkan, tidak sedikit orangtua yang sibuk membeli vitamin tapi justru mengabaikan fondasi utama pertumbuhan anak. Vitamin memang penting, tetapi bukan elemen utama penentu keberhasilan tumbuh kembang.
Waspadai Frozen Food untuk Anak
Kebutuhan orangtua akan makanan praktis sering membuat mereka memilih frozen food untuk anak. Padahal, makanan olahan beku ini umumnya mengandung bahan tambahan seperti lemak, garam, dan pengawet yang bisa membahayakan kesehatan anak.
"Frozen food biasanya terbuat dari campuran bahan yang tidak sehat. Anak jangan diberikan makanan cepat saji atau olahan beku. Jenis makanan seperti ini dapat meningkatkan risiko obesitas dan menyebabkan masalah gizi," kata dr. Reza.
Anak yang terlihat gemuk belum tentu sehat. Justru, kelebihan berat badan bisa mengganggu pertumbuhan jangka panjang.
Oleh karena itu, sebisa mungkin hindari frozen food dan berikan real food yang segar, alami, dan dimasak langsung. Ini akan lebih aman dan mendukung pemenuhan nutrisi anak.
MPASI Bukan Soal Banyak-Banyakan Makan
Memulai MPASI (makanan pendamping ASI) sering menjadi momen yang menegangkan, terutama bagi ibu muda. Banyak yang khawatir anak tidak makan banyak, tidak lahap, atau menolak makanan.
Padahal, menurut dr. Andreas, fase awal MPASI bukan tentang kuantitas, tetapi tentang proses anak belajar makan.
"Kalau mulai MPASI, jangan terlalu fokus anak mau makan atau tidak. Cukup kasih pengertian saja. Di fase ini, ajarkan anak makan dengan cara yang menyenangkan dulu," ujarnya.
Dia, menambahkan, saat anak menginjak usia satu tahun, diharapkan ia sudah mampu memenuhi 75 persen kebutuhan nutrisinya dari makanan.
Proses ini perlu dilakukan dengan tenang, tanpa tekanan. Fokuslah pada bagaimana anak menikmati pengalaman makan, bukan seberapa banyak ia makan.
Dengan pendekatan yang positif, anak akan memiliki hubungan yang sehat dengan makanan. Orangtua pun bisa lebih mudah memantau respons dan kebutuhan nutrisi anak secara keseluruhan.