Ilusi Anggaran Pendidikan 20%

3 hours ago 10
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilusi Anggaran Pendidikan 20% (MI/Duta)

PERNYATAAN Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dengan rendahnya gaji dosen dan guru di Indonesia menuai kritik tajam berbagai kalangan. Anehnya, Sri Mulyani yang notabene paham persoalan anggaran malah seakan melempar bola panas soal gaji guru dan dosen yang dianggap masih rendah. Alih-alih menaikkan gaji guru-dosen, Sri Mulyani meminta partisipasi masyarakat untuk mengatasinya.

Meski pemerintah mengalokasikan dana pendidikan Rp757,8 triliun untuk sektor pendidikan, nyatanya 44,2% anggaran pendidikan 2026 dialokasikan untuk makan bergizi gratis (MBG) sebesar Rp335 triliun. Jika dititik dari proporsi tersebut, anggaran riil untuk operasional dan investasi pendidikan tentu menjadi berkurang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Idealnya anggaran untuk MBG dipisahkan atau dikeluarkan dari pos anggaran pendidikan.

TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN MUTU

Di atas kertas, anggaran yang fantastis itu menarasikan komitmen penuh negara dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Sayangnya, di balik besarnya angka tersebut, tersembunyi kenyataan yang memprihatikan. Anggaran yang begitu besar tidak berbanding lurus dengan potret mutu pendidikan Indonesia yang cenderung jalan di tempat, tertinggal daya saingnya dengan negara lain, dan sarat ketimpangan atau disparitas yang begitu tajam.

Dengan kata lain, proporsi anggaran pendidikan tidak menavigasi sistem anggaran yang ideal. Alih-alih berdampak pada kualitas, kualitas pendidikan Indonesia kerap menjadi persoalan serius.

Berdasarkan Human Development Report 2025 yang diterbitkan UNDP (2025), rangking indeks pembangunan manusia Indonesia masih menempati posisi ke-113 dengan skor 0,728. Rangking itu masih di bawah Thailand di posisi ke-76 dengan skor 0,798, lalu Malaysia di posisi ke-67 dengan skor 0,819, dan Singapura di posisi ke-13 dengan skor 0,946.

Dalam Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 pun, skor Indonesia juga relatif tertinggal dari negara tetangga. Secara keseluruhan, Indonesia mendapatkan rata-rata skor PISA sebesar 369 poin. Skor itu masih di bawah Thailand dengan skor rata-rata 394, lalu Malaysia dengan skor rata-rata 404, kemudian Vietnam dengan skor rata-rata 468, dan Singapura dengan skor 560.

Selain itu, indeks makropendidikan di Indonesia masih menunjukkan mutu yang relatif rendah dan ketimpangan antarwilayah yang masih relatif tinggi. Berdasarkan data BPS RI (2024), angka rata-rata lama sekolah (RLS) Indonesia sebesar 8,85 atau dapat dikatakan hampir lulus dengan SMP. Begitu pun dengan angka harapan lama sekolah (HLS) Indonesia berdasarkan data BPS RI (2024) masih sebesar 13,21 atau dapat dikatakan baru memiliki peluang menamatkan pendidikan formal setara dengan diploma satu (D-1).

Lebih parah lagi BPS RI (2024) melansir angka partisipasi kasar perguruan tinggi (APK PT) di Indonesia pada 2024 masih begitu rendah, yakni sebesar 32,00. Artinya hampir dua pertiga dapat dipastikan tiap tahun lulusan SLTA di Indonesia tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Dengan demikian, data di atas dapat memberikan kesan bahwa anggaran pendidikan yang besar itu tidak berdampak terhadap kualitas pendidikan yang baik.

PRIORITAS YANG KABUR

Dengan demikian, muncul pertanyaan mengapa anggaran yang besar itu belum menghasilkan mutu pendidikan yang baik? Hal itu disebabkan anggaran yang idealnya menjadi tulang punggung perbaikan kualitas atau mutu pendidikan di Indonesia justru terjebak dalam hitung-hitungan politis, tata kelola yang lemah, dan prioritas yang kabur.

Pemerintah pusat selalu mengeklaim patuh pada konstitusi dengan mengalokasikan minimal 20% APBN untuk pendidikan. Namun, bila diperiksa, sebagian besar anggaran itu justru digunakan untuk membiayai pendidikan kedinasan pada kementerian/lembaga yang secara jelas dikecualikan dalam Pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Di sisi lain, Kemendikdasmen dan Kemendikti-Saintek hanya mengelola sebagian kecil dari porsi 20% anggaran pendidikan nasional dari APBN sehingga ruang untuk peningkatan kualitas melalui kebijakan strategis menjadi terbatas.

Di samping itu, anggaran pendidikan pun menghadapi beban fiskal yang begitu besar dengan adanya program-program baru dari pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah memperkenalkan sejumlah program baru yang menyedot anggaran besar, tetapi tidak diarahkan untuk perbaikan mutu pendidikan. Program makan bergizi gratis dan sekolah rakyat misalnya, meski penting untuk mengatasi malagizi dan putus sekolah, berpotensi menjadi beban fiskal yang besar tanpa desain kebijakan yang tepat dan integrasi dengan program pendidikan nasional.

SOLUSI

Pemerintah dan DPR semestinya menavigasi anggaran pendidikan dengan menggunakan model penganggaran pendidikan selain taat asas pada regulasi, juga memperhatikan berbagai pendekatan seperti evidence based policy, regulatory impact analysis (RIA), corruption risk analysis (crisys), dan mendorong partisipasi publik yang bermakna (meaningful public participation).

Hal itu menjadi penting agar pengganggaran pendidikan tidak berbasis pada tarik ulur kepentingan elite penguasa dan pragmatisme. Oleh karena itu, perlu refocusing peruntukan anggaran pendidikan pada program-program yang berorientasi pada peningkatan kualitas, bukan hanya memperluas akses. Prioritas penggunaan anggaran pendidikan harus mendorong perbaikan mutu secara berkelanjutan.

Selain itu, dibutuhkan political will yang kuat dari Presiden Republik Indonesia untuk membenahi kesengkarutan anggaran pendidikan nasional di Indonesia. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto telah berulang kali menunjukkan komitmennya untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Jika situasi itu dibiarkan, sama saja dengan kita tengah menyusun rancang bangun kegagalan pendidikan nasional secara sistemis sejak awal perencanaan penganggarannya.

Read Entire Article