Liputan6.com, Jakarta - Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Kota Bandung dan Jawa Barat. "DBD masih menjadi ancaman nyata bagi banyak keluarga dan komunitas," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, dr. Sony Adam, SH, MM.
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menunjukkan hingga minggu ke-25 tahun 2025, Jawa Barat menempati urutan pertama dengan jumlah kasus DBD tertinggi di Indonesia, yaitu 17.281 kasus.
Angka kematian akibat DBD di provinsi ini juga menempati urutan kedua tertinggi secara nasional, dengan 61 kasus kematian. Padahal, berbagai langkah telah dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ini.
Mulai dari edukasi masyarakat, surveilans, pemberantasan sarang nyamuk, hingga mendorong pemanfaatan inovasi pencegahan seperti vaksinasi.
"Namun, upaya ini tidak akan berhasil tanpa dukungan masyarakat," tambah Sony.
Kota Bandung dan Kabupaten Bandung termasuk wilayah dengan jumlah kasus DBD terbanyak, masing-masing 1.475 dan 1.465 kasus, sehingga menempati peringkat kedua dan ketiga secara nasional.
Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan harus terus diperkuat, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Sony menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Gerakan 3M Plus, menguras, menutup, mendaur ulang barang bekas, dan menambahkan langkah pencegahan lain seperti penggunaan obat nyamuk, harus dijalankan secara konsisten di setiap rumah untuk mencegah penyebaran DBD.
Belum Ada Obat Khusus untuk Menyembuhkan DBD
Meskipun ilmu medis terus berkembang, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. Stephanie Yuliana Usman, SpPD menegaskan bahwa hingga kini belum ada obat khusus untuk menyembuhkan DBD.
"DBD adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang usia maupun gaya hidup," ujarnya dalam talk show bertajuk 'Burden of Health Problems in Bandung: The Importance of Promotive and Preventive Medicine', yang digelar untuk menyambut HUT ke-104 Rumah Sakit Santo Borromeus, Bandung.
Banyak orang beranggapan DBD hanya muncul saat musim hujan. Padahal, virus dengue ada sepanjang tahun. Hingga saat ini, obat yang diberikan dokter hanya bertujuan meredakan gejala seperti demam dan nyeri, bukan untuk membunuh virusnya.
Stephanie, menambahkan, pencegahan adalah langkah utama, terutama bagi pasien dengan penyakit penyerta.
Hal ini menjadi semakin penting bagi mereka yang memiliki komorbiditas seperti obesitas, diabetes, hipertensi, atau gangguan ginjal, karena kondisi tersebut dapat memperburuk infeksi dengue.
"Artinya, satu kasus DBD saja bisa membawa risiko jauh lebih besar bila terjadi pada pasien dengan komorbid," katanya.
Anak-anak Paling Rentan
Ancaman DBD ternyata lebih tinggi pada anak-anak. Dokter Spesialis Anak, dr. Tony Ijong Dachlan, Sp.A menegaskan bahwa kelompok umur 5 s.d 14 tahun memiliki risiko kematian tertinggi akibat dengue.
"Selain itu, karena virus dengue terdiri dari empat serotipe, seseorang bisa terinfeksi lebih dari sekali. Infeksi berulang bahkan berisiko lebih berat," kata Tony.
Dia menekankan bahwa pencegahan harus dimulai dari keluarga, terutama melalui Gerakan 3M Plus secara konsisten. "Vaksinasi dengue juga bisa menjadi pertimbangan tambahan penting untuk melindungi anak-anak," tambahnya.
Perayaan HUT ke-104 RS Borromeus di Bandung turut menyoroti DBD sebagai salah satu isu kesehatan utama.
Direktur Medis RS Borromeus, dr. Marvin Marino, SpGK, AIFO-K, menegaskan komitmen rumah sakit untuk memperkuat upaya promotif dan preventif.
"Tantangan kesehatan semakin kompleks, mulai dari penyakit menular seperti DBD hingga penyakit tidak menular yang terus meningkat. Karena itu, kami berkomitmen agar masyarakat bukan hanya dirawat saat sakit, tetapi juga terlindungi sebelum sakit," ujar Marvin.
Perangi DBD dengan 3 Hal
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, menekankan pentingnya langkah kolektif untuk menekan kasus DBD.
"Untuk dapat memerangi DBD, kita semua harus bergerak sekarang dengan tiga hal," katanya.
Di antaranya meningkatkan kesadaran dan edukasi, menjaga kebersihan lingkungan dengan 3M Plus, serta mempertimbangkan pencegahan yang inovatif. "Dengan demikian, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi keluarga dan memastikan masa depan yang lebih sehat bagi generasi mendatang," katanya.