
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YBHI) khawatir RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
Hal ini disampaikan Ketum YLBHI, Muhammad Isnur, saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (21/7). Menurut Isnur, ada beberapa pasal yang dapat diartikan TNI memiliki kewenangan untuk menjadi penyidik di perkara tindak pidana umum.
“Di Pasal 7 ayat 5 ya, Pasal 20 ayat 2 pun ini menurut kami membuka ruang bagi TNI untuk menjadi penyidik pada tindak pidana umum dan melakukan upaya paksa,” ucap Isnur.
“Pasal 87 ayat 4 dan 92 ayat 4 misalnya, mengatur bagaimana penangkapan dan penahanan oleh penyidik, pada versi semula DPR hanya menyantumkan frasa TNI laut ya, namun dalam DIM versi pemerintah frasa Angkatan Laut tersebut dihapuskan,” tambahnya.
Hal itu lah yang menurut Isnur dapat menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
Adapun di dalam Pasal 4 Ayat 2 yang dimaksud Isnur, berbunyi: “Koordinasi dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikecualikan untuk Penyidik di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan Undang-Undang.”
Ayat 3 dan 4 di dalam ayat itu berbunyi:
(3) PPNS dan Penyidik Tertentu dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri.
(4) PPNS dan Penyidik Tertentu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya wajib berkoordinasi dengan Penyidik Polri sampai dengan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum.
Sementara, Pasal 87 ayat 4 yang disebut Isnur berbunyi: “Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi Penyidik di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan Undang-Undang.”
Ayat 3 yang dimaksud di dalam ayat itu berbunyi: “PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan Penangkapan kecuali atas perintah Penyidik Polri.”
“Menurut kami, hal ini berbahaya akan mengembalikan praktik dwifungsi ABRI dan akan mengacaukan sistem peradilan pidana,” ucap Isnur.
“Akan ada dualisme penyidikan dan berdampak pada tumpang tindih kewenangan, nanti tidak akan ada jaminan kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat,” tambah dia.
Isnur juga khawatir, akibat pasal itu, akan tumbuh kesewenang-wenangan aparat.
“Pelibatan TNI di sini menurut kami sebagai penyidik kasus pidana umum potensial menormalisasi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum, pelanggaran HAM bisa terjadi dalam urusan penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, bahkan terhadap penetapan tersangka,” ujar Isnur.
Mereka pun merekomendasikan kepada Komisi III DPR RI agar pasal ini dihapus saja.
“Jadi, menurut kami rekomendasinya apa? ini dihapus saja ketentuan TNI menjadi penyidik,” pungkas Isnur.
Jawaban Komisi III

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menjawab kekhawatiran YLBHI. Ia menjelaskan, bahwa pasal itu hanya mengatur soal penyidik TNI di kejahatan terkait laut.
“Tadi hubungannya dengan TNI dalam KUHAP itu, dalam rangka TNI Angkatan Laut yang penyidik perikanan. Yang TNI dalam artian keseluruhan enggak ada urusannya di sini,” ujar Hinca saat ditemui usai rapat.
“Konteksnya itu, konteks penyidiknya TNI itu, maksudnya Angkatan Laut. Karena memang mereka dapat di Undang-Undang-nya, meriksa atau menyidik tentang kejahatan di sektor perikanan,” tambah dia.
Hinca pun membantah bahwa RUU KUHAP akan membangkitkan dwifungsi TNI.
“Sama sekali enggak ada. Tadi udah disampaikan, kami jelasin. Tidak ada dwifungsi ABRI di situ. Sama sekali enggak ada. Itu tadi udah dijelasin,” tandasnya.