ilustrasi.(MI)
WACANAN pengembalian pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak langsung dimunculkan kembali oleh Partai Golkar. Hal itu mendapat kritik Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Peneliti Perludem Annisa Alfath menilai usulan itu sebagai langkah mundur yang tidak bisa dibenarkan secara hukum maupun akal sehat.
"Ini cacat berpikir dan bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi,” ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (7/12).
Annisa menegaskan, gagasan tersebut jelas inkonstitusional. UUD 1945 mengatur kedaulatan berada di tangan rakyat, bukan pada DPRD. Putusan Mahkamah Konstitusi 135/PUU-XXII/2024 pun menyatakan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota harus dilakukan serentak dengan pemilihan DPRD.
"Mengubah mekanisme itu sama saja melanggar konstitusi,” katanya.
Ia menyoroti konteks kemunculan wacana yang kembali dinaikkan di tengah proses revisi UU Pemilu yang masuk Prolegnas 2025 dan menjadi prioritas pembahasan pada 2026. Menurutnya, celah untuk memasukkan pasal selundupan selalu muncul saat elite politik membahas aturan yang mengatur permainan mereka sendiri.
"Risiko manipulasi besar. Karena itu pembahasan tidak boleh tertutup atau kilat seperti KUHP/KUHAP,” tegas Annisa.
Selain pilkada, Annisa mengingatkan bahwa rekayasa isi UU Pemilu dapat membuka jalan bagi skenario yang lebih ekstrem, termasuk presiden dipilih oleh DPR. Ia menyebut hal itu bukan lagi wacana liar ketika politik elektoral dikendalikan sepenuhnya oleh elite.
"Jika politisi semakin terang-terangan membuat aturan demi kepentingan mereka dan koalisi besar, skenario itu mungkin saja terjadi,” katanya.
Ia menilai wacana pilkada tidak langsung justru berpotensi memicu kemarahan publik. Bagi Annisa, masyarakat sudah berkali-kali menolak upaya pelemahan demokrasi, dan perubahan mekanisme pilkada merupakan bentuk paling jelas dari perampasan hak memilih.
"Ini bisa memicu gelombang protes. Peristiwa Agustus bisa terulang,” ujarnya mengingatkan.
Ia mendesak pemerintah dan pembentuk undang-undang untuk kembali pada arah demokrasi yang benar. Ia menekankan bahwa UU Pemilu harus disusun berdasarkan kebutuhan publik, bukan untuk mengamankan kekuasaan segelintir pihak.
“Tugas mereka mendengar rakyat, bukan menggiring agenda yang merugikan rakyat,” katanya.
Lebih jauh, ia menilai waktu kemunculan wacana tersebut menunjukkan kurangnya kepekaan pemerintah.
"Saat darurat di Sumatra saja belum ditangani dengan baik, justru muncul ide-ide yang merusak demokrasi. Ini menunjukkan nir empati terhadap situasi negara,” ujar Annisa Alfath. (Far/P-3)

18 hours ago
2





















:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5388734/original/056573700_1761129677-Zicky_soal_stroke.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5369745/original/043897200_1759479019-Screenshot__72_.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5346204/original/017615400_1757581335-20250909_111844.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354573/original/075950200_1758257804-20250917_142736.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5376868/original/047746000_1760063007-WhatsApp_Image_2025-10-10_at_09.10.41.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5387338/original/089453500_1761038093-IMG-20251021-WA0093__1_.jpg)





:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5349424/original/065581400_1757922127-IMG-20250915-WA0141.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5381831/original/067004200_1760518881-IMG-20251015-WA0140.jpg)



