REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menyoroti penurunan okupansi hotel berbintang pada paruh pertama tahun 2025. Saat memaparkan kinerja sektor pariwisata selama semester I tahun 2025 pada Sabtu (16/8/2025), dia menyampaikan bahwa okupansi hotel selama Januari sampai Juni 2025 menurun 3,54 poin persentase dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya.
"Ini masih kita soroti terus, karena terdapat beberapa kemungkinan, mulai dari kemungkinan wisatawan menginap di akomodasi alternatif," katanya sebagaimana dikutip dalam keterangan pers kementerian di Jakarta, Ahad (17/8/2025).
Meskipun tingkat huniannya menurun, ia mengatakan, jumlah kamar hotel yang disewa selama paruh pertama tahun 2025 meningkat 11,53 persen dibanding pada semester pertama 2024. Data tersebut dinilai menunjukkan bahwa permintaan layanan akomodasi hotel masih kuat, tetapi persediaan kamar hotel juga tumbuh cepat.
"Kami sebetulnya menghargai pertumbuhan usaha pariwisata lewat akomodasi alternatif, seperti vila. Hal ini membantu ketersediaan fasilitas akomodasi untuk wisatawan, bahkan menawarkan pengalaman menginap yang unik di destinasi," kata Widiyanti.
Kehadiran akomodasi alternatif yang tidak terdata dan tidak memiliki izin usaha akomodasi pariwisata semacam itu menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dalam penyediaan layanan akomodasi pariwisata.
"Di sisi konsumen, akomodasi alternatif yang tidak terdaftar juga tidak memberikan perlindungan," kata Menteri Pariwisata.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizki Handayani Mustafa sebelumnya menyampaikan bahwa sarana akomodasi ilegal yang memasarkan layanan melalui platform daring dapat mengancam kelangsungan industri perhotelan di Indonesia.
Penawaran layanan akomodasi tidak resmi di vila maupun hunian pribadi di Bali dan kota-kota besar lain melalui online travel agent (OTA) asing dinilai mengancam keberlangsungan usaha para pelaku industri pariwisata yang taat aturan.
"Keberadaan mereka bukan hanya membuat persaingan tidak sehat, tapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem pariwisata lokal yang telah taat regulasi," kata Rizki.
Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kementerian Pariwisata bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk memblokir akses ke platform digital yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dalam upaya menghadirkan persaingan usaha yang sehat. Kedua kementerian juga membuka dialog konstruktif dengan para penyedia platform digital asing untuk menghadirkan solusi bagi para pelaku usaha pariwisata di Indonesia.
sumber : Antara