Masih Percaya Luka Cepat Sembuh kalau Dibiarkan Terbuka? Ini Faktanya

Liputan6.com, Jakarta - Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa luka yang dibiarkan terbuka akan lebih cepat kering dan sembuh. Faktanya tidak begitu.

Membiarkan luka terbuka justru berisiko menyebabkan infeksi dan memperlambat proses penyembuhan seperti disampaikan Ketua Umum Persatuan Ahli Bedah Indonesia (PABI), dokter Heri Setyanto, Sp.B, FINACS.

"Tidak benar, itu mitos yang mengatakan kalau luka itu dibiarkan terbuka itu akan cepat sembuh," kata Heri.

Luka kecil sekalipun, seperti lecet atau sayatan ringan, perlu ditutup agar proses regenerasi kulit berjalan optimal.

Heri pun meminta untuk tidak lagi menyepelekan luka ringan atau mengikuti saran turun-temurun tanpa dasar medis.

Mengingat masih banyak mitos dan salah kaprah dalam penanganan luka, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan edukasi mengenai cara perawatan luka yang benar. Menurutnya, peningkatan literasi luka bukan hanya bermanfaat bagi pasien tetapi juga membantu kerja para tenaga medis.

“Kalau masyarakat sudah paham cara merawat luka dengan benar, penyembuhan bisa lebih cepat, dokter pun terbantu, dan rumah sakit juga diuntungkan,” ujar dr. Heri dalam diskusi kolaborasi PABI dan Essity Indonesia di Jakarta pada Rabu, 5 November 2025.

Heri mengatakan setiap luka memiliki karakter berbeda tergantung penyebab, lokasi, dan kondisi pasien. Luka pada anak, misalnya, membutuhkan perlindungan berbeda dibanding luka pada lansia. Kesalahan dalam memilih metode perawatan dapat memperburuk kondisi luka atau meninggalkan bekas permanen.

Melalui kampanye bersama ini, masyarakat diharapkan tidak lagi mempercayai mitos lama bahwa “luka yang dibiarkan terbuka akan cepat sembuh”. Justru sebaliknya, luka yang tertutup dan terlindungi secara benar akan lebih cepat pulih serta terhindar dari risiko infeksi.

“Kalau masyarakat tahu luka itu harus dirawat sesuai jenisnya, bukan dibiarkan, maka perilaku sehat bisa terbentuk. Ini langkah kecil yang berdampak besar,” tutup Heri.

Upaya peningkatan literasi perawatan luka di Indonesia tidak bisa dilakukan secara tunggal. Maka dari itu PABI bersama Essity menggandeng sejumlah organisasi profesi medis, antara lain Perdoski (Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin), IDAI (Dokter Anak Indonesia), dan PERGEMI (Geriatri Medis Indonesia).

Kolaborasi ini menghasilkan berbagai panduan klinis, termasuk pedoman Medical Adhesive Related Skin Injury (MARSI), yakni cedera kulit akibat penggunaan plester yang tidak tepat. Pedoman ini menjadi langkah konkret dalam mencegah luka baru yang muncul dari kesalahan perawatan.

Selain dengan dokter bedah, kerja sama juga dilakukan bersama apoteker dan perawat luka di berbagai daerah. Mereka merupakan garda terdepan yang berinteraksi langsung dengan masyarakat dan berperan penting dalam memberikan edukasi sederhana tentang perawatan luka harian.

“Kita banyak berkolaborasi dengan asosiasi medis dan apoteker, agar mereka bisa membantu masyarakat memahami jenis luka dan cara merawatnya dengan benar,” ucap Joice Simanjuntak, Head of Marketing Essity Central & East Asia

Langkah kolaboratif ini juga sejalan dengan upaya pemerintah menekan angka resistensi antimikroba akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat dalam perawatan luka