Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha restoran di Jakarta buka suara soal okupansi baru-baru ini.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, kondisi restoran di Jakarta tampaknya sudah mulai membaik dibandingkan dengan saat pandemi Covid-19. Namun, pihaknya tidak bisa memberikan persentase membaiknya okupansi restoran.
"Kondisi restoran di Jakarta sudah mulai membaik ya, tapi terus terang saya tidak memiliki data persisnya. Karena tidak ada kewajiban restoran melaporkan ke kami, dan tidak semua restoran menjadi anggota kami," kata Iwantono saat dihubungi CNBC Indonesia, dikutip Kamis (31/7/2025).
Meski begitu, menurutnya, restoran yang sudah membaik cenderung tergolong menyasar ke segmen menengah ke atas, sedangkan untuk menengah ke bawah atau yang berstatus usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih lesu karena terbebani oleh daya beli masyarakat.
"Dugaan saya, restoran yang menyasar segmen menengah ke atas lebih terlihat bangkit, tapi yang menengah ke bawah atau UMKM masih lesu karena daya beli masyarakat," tambah Iwantono.
Meski begitu, PHRI Jakarta terus mendorong kolaborasi dengan pemerintah dalam hal ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan pihak swasta untuk menggencarkan berbagai promosi dan juga insentif.
"Kami terus berkolaborasi dengan Pemprov DKI Jakarta dan pihak swasta agar mendorong sektor ini untuk dapat bangkit lagi, dengan cara promosi maupun pemberian insentif," terang Iwantono.
Berlama-lama di Restoran Bikin Cuan Lenyap?
Sebelumnya, PHRI Jakarta buka suara soal fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya bertanya (Rohana) yang marak terjadi di pusat perbelanjaan. Fenomena ini juga menyasar ke beberapa restoran, baik yang berdiri sendiri maupun yang berada di dalam pusat perbelanjaan.
"Fenomena Rojali-Rohana memang sedang tren ya. Ada di restoran, di mal-mal, dan tempat lain. Ini kan sebenarnya bagian dari hiburan. Orang tidak beli tapi nongkrong, bisa ngobrol berlama-lama," ujar Iwantono.
Walaupun fenomena ini merupakan salah satu bentuk hiburan, tetapi hal ini dapat merugikan para pengusaha restoran.
"Tapi itu jelas menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha di restoran ya, karena orang-orang ini biasanya hanya sekadar nongkrong, buat selfie, tapi tidak belanjakan lebih," ungkap Iwantono.
Menurutnya, yang menyebabkan pengusaha restoran di mal dirugikan karena orang-orang tersebut biasanya hanya membeli makanan kecil dan sekadar minum-minum saja, kemudian berlama-lama duduk di restoran tersebut. Sehingga pengunjung yang benar-benar ingin makan harus menunggu waktu lama dan pada akhirnya membatalkan rencananya ke restoran tersebut.
"Pengusaha cenderung dirugikan karena orang-orang yang benar-benar ingin makan di restoran tersebut tidak bisa akibat antrean makan di tempat yang panjang. Alhasil orang tersebut cenderung tidak jadi makan di restoran tersebut," ujarnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gawat! 70% Hotel-Resto di Jakarta Siap-Siap PHK Massal