
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan tiga langkah strategis bagi Indonesia dalam merespons kebijakan tarif impor baru dari Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen.
Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menilai, pemerintah perlu segera memperluas pasar ekspor ke luar AS. Pasalnya, China saat ini masih menjadi tujuan ekspor utama Indonesia.
"Kalau kita lihat lagi dengan kebijakan Trump ini, saya menyarankan bahwa sebenarnya pasar produk Indonesia itu di China. Nah, kita juga bisa melirik pasar-pasar negara lain gitu ya. Misalnya di Uni Eropa," kata Esther dalam diskusi publik bertajuk "Tarif Amerika Turun, Indonesia Bakal Untung?", Senin (21/7).
Menurut Esther, produk ekspor Indonesia ke Eropa tidak jauh berbeda dengan yang dikirim ke Amerika. Sehingga pergeseran pasar memungkinkan dilakukan.
"Strategi untuk menghadapi tarif Trump ini yang pertama kita harus melakukan ekspansi dari perdagangan artinya kita di-diversifikasi pasar. Sehingga itu akan mengurangi ketergantungan pada satu pasar saja gitu," jelasnya.
Strategi kedua, lanjut Esther, adalah memperluas kerja sama ekonomi dengan negara lain. Sementara strategi ketiga mencakup penciptaan iklim investasi yang kondusif dan peningkatan variasi produk ekspor.
"Jadi tidak hanya itu-itu saja yang dikirim atau diekspor tetapi bisa produk-produk ekspor yang lainnya. Itu yang menurut saya bisa membantu untuk menghadapi situasi kunjungan gaji karena adanya kenaikan tarif dari US," ucap Esther.
Ia mencontohkan Vietnam sebagai negara yang berhasil mengambil peluang saat perang dagang pada 2019.
"Makanya Vietnam itu pada perang dagang pertama tahun 2019 menjadi winner ya menjadi negara yang paling mendapat keuntungan dari perang dagang pada saat itu," ungkapnya.
Presiden AS Donald Trump menyatakan telah tercapai kesepakatan dagang baru antara Washington dan Indonesia. Meski dikenakan tarif 19 persen, angka ini masih lebih rendah dari ancaman tarif sebelumnya sebesar 32 persen.