TEMPO.CO, Jakarta - Partai Gerindra mengklaim Presiden Prabowo Subianto telah mengambil alih kasus hukum yang dihadapi Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong secara konstitusional. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman, amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong dari Prabowo tidak melanggar aturan apapun.
Habiburokhman menilai pengampunan dari Prabowo untuk Hasto dan Tom Lembong wajar diberikan karena kasus keduanya merupakan persoalan hukum dan politik. Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu menyebut Prabowo merasa perlu ikut campur dalam kasus itu dengan kapasitasnya sebagai kepala negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Caranya, kata dia, adalah dengan mengambil alih penyelesaian kasus Hasto dan Tom Lembong secara konstitusional.
"Terkait kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, kami memaknai bahwa Presiden Prabowo sama sekali tidak mengintervensi kerja aparat penegak hukum, tetapi mengambil alih penyelesaian persoalan hukum maupun politik dengan cara konstitusional," kata Habiburokhman melalui pesan singkat pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Habiburokhman menilai dalam dua kasus tersebut, Hasto dan Tom Lembong tidak memperkaya diri sendiri dan tidak mengambil uang negara.
"Di luar pertimbangan tersebut kami memahami bahwa Presiden Prabowo pasti punya pertimbangan yang lebih besar lagi untuk kepentingan bangsa dan negara," ucap dia.
Habiburokhman mengatakan amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong sudah sesuai Undang-Undang Dasar 1945. Dia menyebut Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 jelas mengatur bahwa presiden berhak memberikan amnesti dan abolisi. Selain itu, kata dia, ada juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Pemberian Amnesti dan Abolisi.
Pada Kamis, 31 Juli kemarin, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan DPR menyetujui pemberian abolisi kepada terpidana kasus korupsi impor gula Tom Lembong dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Dasco menyebut permohonan abolisi kepada Tom Lembong diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto lewat surat Presiden Nomor R43/Pres 07.2025 tertanggal 30 Juli 2025.
"Kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat itu kami telah memberikan pertimbangan dan persetujuan," kata Dasco dalam konferensi pers di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis malam.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini