
PEMERINTAH Indonesia resmi memulai Kick-Off Mangrove Festival (Mangrofest) 2025 bertajuk ‘Rayakan Mangrove, Rangkai Harapan’ di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (30/7). Kegiatan ini menjadi penanda awal dari program rehabilitasi mangrove nasional seluas 41.000 hektare (ha) yang akan dilaksanakan di empat provinsi utama.
Wakil Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI, Sulaiman Umar Siddiq mengatakan, lokasi Alas Purwo dipilih karena memiliki kekayaan ekosistem mangrove yang penting dan representatif.
“Kenapa kami pilih Alas Purwo? Karena memang lokasinya memiliki ekosistem mangrove yang penting, kemudian juga representatif dari landscape pesisir pantainya. Vegetasi tanaman mangrove-nya juga bervarian,” kata Sulaiman dari keterangan resminya pada Rabu (30/7).
Sulaiman menyebut kegiatan ini merupakan bagian dari program Mangrove for Coastal Resilience (M4CR), inisiatif nasional yang bekerja sama dengan World Bank dan sejumlah kementerian serta lembaga terkait, yang akan dilaksanakan secara bertahap hingga 2027.
“Berita baik bahwa Indonesia memiliki ekosistem mangrove terbesar di dunia, kurang lebih ada 3,4 juta ha, dan 23%-nya ada di Indonesia. Ini yang perlu sama-sama kita jaga kelestariannya,” tegasnya.
Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sendiri memiliki luas sekitar 44.000 ha, dengan sekitar 1.100 ha di antaranya merupakan ekosistem mangrove. “InsyaAllah nanti kami akan merencanakan penanamannya itu, kurang lebih 41.000 ha di empat provinsi, kurang lebih ada sekitar 80 juta batang pohon,” tuturnya.
FOKUS DI 4 PROVINSI
Sementara itu Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kementerian Kehutanan RI, Dyah Murtiningsih, menjelaskan program M4CR akan difokuskan di empat provinsi dengan ekosistem mangrove terbesar di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
“Program M4CR atau Mangrove for Coastal Resilience itu dimulai tahun 2022 sampai 2027. Target penanaman totalnya ada 41.000 hektare di empat provinsi,” jelasnya.
Dyah menambahkan, pelibatan masyarakat menjadi elemen kunci dalam pengelolaan ekosistem pesisir. Rehabilitasi mangrove berbasis masyarakat diyakini akan menciptakan rasa kepemilikan dan meningkatkan kesadaran ekologis warga.
“Pada saat kita melakukan kegiatan rehabilitasi itu harus berbasis kepada masyarakat. Sehingga ada kepedulian, ada awareness dari masyarakat itu sendiri bahwa memang ekosistem mangrove itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” tutur Dyah.
Selain memiliki fungsi ekologis sebagai benteng terhadap abrasi dan badai, mangrove juga memiliki kapasitas penyerapan karbon yang sangat tinggi, bahkan disebut 4 hingga 5 kali lebih besar daripada hutan daratan (terestrial). “Fungsi daripada ekosistem mangrove tentu saja satu, sebagai benteng iklim. Selain itu juga benteng ekonomi dan pangan,” lanjutnya.
Kerja sama dengan World Bank untuk program M4CR mencakup pendanaan sebesar US$171 juta selama lima tahun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk kegiatan rehabilitasi serta pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir.
Dengan kick-off di Banyuwangi ini, pemerintah berharap momentum konservasi mangrove bisa menjadi agenda tahunan dan memperkuat komitmen Indonesia sebagai pemimpin dalam pelestarian ekosistem pesisir dunia. (H-1)