
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Januari hingga Juni 2025, neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus sebesar US$19,48 miliar. Angka itu naik sebesar US$3,90 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Surplus sepanjang Januari hingga Juni 2025 ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar Us$28,31 miliar. Sementara komoditas migas masih mengalami defisit US$8,83 miliar.
“Dengan capaian ini, maka neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus selama 62 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8).
Pada Juni 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar US$4,10 miliar. Surplus pada Juni 2025 lebih ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas sebesar US$5,22 miliar.
Komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewani atau nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72).
Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$1,11 miliar. Komoditas penyumbang defisit adalah minyak mentah dan hasil minyak.
Untuk neraca perdagangan total yaitu migas dan nonmigas, tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat sebesar US$8,57 miliar, India sebesar Us$6,59 miliar, dan Filipina sebesar US$4,40 miliar.
Sedangkan negara penyumbang defisit terdalam adalah Tiongkok sebesar minus US$9,73 miliar, Singapura minus US$3,09 miliar, dan Australia minus US$2,66 miliar.
Kemudian untuk neraca perdagangan kelompok nonmigas, tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat sebesar US$9,92 miliar. Kemudian India sebesar US$6,64 miliar dan Filipina sebesar US$4,36 miliar.
Sedangkan tiga negara penyumbang defisit terdalam pada kelompok nonmigas adalah Tiongkok sebesar minus US$10,69 miliar, Australia minus US$2,39 miliar, dan Brasil minus US$0,83 miliar. (E-4)